JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pengamat Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah, menyebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto tidak paham cita-cita demokrasi. Bahkan, mantan Panglima ABRI itu dianggaptak memahami konsep republik dalam praktik dan ideologi.
Hal inidisampaikan Dedi menanggapi langkah Wiranto dalam membentuk Tim Hukum Nasional (THN) guna mengkaji tindakan atau salah ucapdari tokoh-tokoh pengkritik pemerintah, yang dianggap melanggar hukum.
"Secara politik upaya membentuk THN ini mengacaukan sistem pemerintahan yang ideal, dimana publik memiliki ruang dan akses seluas-luasnya untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Tentu kritik publik adalah bagian dari kontrol itu sendiri," ujar Dedi, melalui sambungan telephone kepada TeropongSenayan, Kamis (9/5/2019).
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) ini mengatakan, bahwa hal tersebut juga sejalan dengan konsep trias politika yang dianut Indonesia, dimana pemerintahan yang baik adalah kekuasaan yang dikontrol.
"Kalau kemudian pemerintah juga menolak kontrol dari publik, alih-alih mengancam dengan penindakan otoritarian kepada mereka yang kerap melakukan kritik, maka kita sedang menuju ke zaman diktator," katanya.
Dedi mengingatkan, bahwa Negara Indonesia ini disepakati dengan bentuk Republik, itu artinya kekuasaan tertinggi muaranya pada kepentingan publik, maka publik harus punya kebebasan dalam kehidupan negara.
"Kalau kemudian dibatasi dengan dalih ujaran kebencian, maka sebaiknya inisiator THN merumuskan ulang konsep Republik menjadi Reprivat (monarchy)," paparnya.
"Ini Wiranto tidak paham bagaimana cita-cita demokrasi, mungkin juga tak memahami konsep republik dalam praktik dan ideologi," sembur Dedi.
Selain itu, Doktor Diplomasi Politik dan Kajian Media ini pun menegaskan, dengan menekan tokoh berpengaruh yang berada di wilayah publik adalah praktik politik klasik, yang tentu tidak akan diterima kembali di Indonesia setelah alami masa orientasi orde baru.
"Rezim hari ini harus keluar dari tatakelola negara ala militer. Kita hidup di ruang sipil yang humanis, terlebih perangkat hukum kita sudah lengkap. Ada kepolisian, kejaksaan dan alat-alat keamanan lain yang bisa secara langsug dikerahkan untuk upaya penertiban, belum lagi undang-undang kita sudah cukup lengkap," ucap Dedi mengingatkan. (Alf)