Opini
Oleh Adib Zain, Pegiat Investigasi Publik pada hari Rabu, 22 Mei 2019 - 22:57:33 WIB
Bagikan Berita ini :

Rakyat : Damai, Mengamuk atau Merajuk?

tscom_news_photo_1558540653.jpg
(Sumber foto : Istimewa)

Damai itu indah, begitu ungkapan manis yang sering kita dengar, tetapi perdamaian sejati membutuhkan syarat, yaitu : Kemerdekaan, Keadilan dan Kemakmuran, tanpa itu semua maka damai hanyalah hiasan bibir dan menjadi alat untuk menutupi persoalan serius yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok masyarakat, bangsa dan negara.

Mungkin orang tua-tua dulu paham kata "amuk", yang berasal dari Bahasa Melayu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti : kerusuhan yang melibatkan banyak orang, seperti perang saudara. Di Liberia mayat bergelimpangan, darah membasahi tanah, dan inilah perang saudara sesama kulit hitam. Amuk juga sudah diserap dalam kosa kata Bahasa Inggris, yaitu "amok".

Mengamuk, berupa tindakan seorang atau sekelompok orang yang marah besar karena kekecewaan atas kesewenangan dan ketidakadilan yang menimpa dirinya yang terpendam lama dan diluar batas kesabaran. Hanya dua pilihan dalam kondisi orang seperti ini; membunuh atau terbunuh. Sehingga, penjajah dahulu sangat takut kepada priboemi kalau sudah mengamuk. Karena mereka tidak takut mati atau pertumpahan darah, "bloodshed".

Kekecewaan kolektif yang dirasakan oleh banyak orang yang tertindas akan menjadi amuk masa, riots, chaos atau huru-hara. Mungkin sebaliknya apatis, tidak berdaya dan terjajah. Apakah kekecewaan kepada kecurangan dalam sebuah pemilihan umum bisa mengundang amuk massa atau sebaliknya, malah merajuk atau boikot?

Dua kata, mengamuk dan merajuk sama bahayanya dalam masyarakat yang sudah tertekan dan merasa tertindas. Kekecewaan bersama dapat melahirkan kesadaran kolektif. Mengamuk sering kita lihat dalam aksi demonstrasi, tetapi merajuk atau boikot adalah cara lain seseorang atau sekelompok orang jika merasa harus melawan tanpa kekerasan pisik dan verbal.

Boikot, dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti bersama-sama menolak kerjasama atau ikut serta dalam suatu hal. Jika terdapat penolak hasil pemilihan umum berarti tidak mau bekerja sama dan tidak ikut serta menerima putusan penyelenggara pemilu yang dinilai telah membiarkan pelanggaran dan kecurangan yang serius berlangsung dari tahapan awal persiapan, kampanye dan penghitungan suara, bisa disebut merajuk atau boikot?

Jika merajuk atau boikot itu juga diikuti oleh pendukung atau pemilihnya. Maka siapa yang bisa mendamaikan, membujuk dan menghentikan???. Karena, kesadaran bersama memboikot yang menjadi mogok nasional adalah bentuk perlawanan. Pendukung dan pemilih tokoh kharismatis dan menjadi harapan masa depan akan sangat militan, karena sama-sama merasakan kesewenangan dan ketidakadilan.

Merajuk atau boikot adalah sebuah pilihan cara menyalurkan aspirasi dan menunjukkan perlawanan, apakah akan dapat menciptakan perdamaian, kita simak saja. Ketika rakyat bergerak dan mahasiswa menduduki ibukota dan kota besar lainnya dengan damai, dalam beberapa hari atau berminggu-minggu seperti di Thailand, sehingga hak azasi sekaligus hak konstitusional yang melalui "parlemen jalanan", itulah sejatinya "people power". Apakah itu makar atau bentuk lain dari kedaulatan ditangan rakyat? Terserah anda menilai.

Jakarta, 22 Mei 2019

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...