JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono mengungkapkan, aturan hukum di Indonesia tidak lagi mengenal mekanisme referendum dalam menyelesaikan konflik.
Hal itu ia ungkapkan merespons wacana referendum yang dilontarkan oleh Ketua Partai Aceh M.
"Ini bukan sekadar koreksi terhadap pemerintahan, ini bukan sekadar memperjuangkan keadilan yang dirasakan ketertinggalan oleh daerah-daerah tertentu. Ini bukan memperjuamgkan keterbelakangan masyarakat. Bukan koreksi terhadap pemerintah. Tapi ini kita mempertaruhkan kedaulatan negara," kata Nono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/5/2019).
Nono mengatakan, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 1945 untuk bangsa Indonesia termasuk rakyat Aceh adalah final.
Sementara dari sisi sudut pandang hukum, TAP MPR nomor 8 tahun 1998 mencabut tap MPR nomor 4 tahun 1983 tentang referendum.
Turunannya adalah undang-undang nomor6/1998, mencabut UU nomor 5 tahun 1985 juga tentang referendum.
"Artinya, di wilayah hukum Indonesia sudah tidak ada yang lain kecuali itu. Tidak berlaku konstitusi atau UU yang lain. Artinya format atau model atau aktualisasi politik untuk menyelesaikan konflik dari berbagai pihak dengan negara sudah tidak lagi cerita tentang referendum di wilayah hukum Indonesia," katanya.
Sebelumnya, wacana mengenai refrendum di Aceh digulirkan oleh Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf. Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu memunculkan istilah refrendum pasca Pemilihan Umum 2019.
Ia menyampaikan bahwa kondisi di Aceh saat ini penuh dengan ketidakadilan, maka atas nama rakyat Aceh ia menyatakan perlu adanya referendum. (Alf)