Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 01 Jun 2019 - 15:33:50 WIB
Bagikan Berita ini :

Lahir Pancasila

tscom_news_photo_1559378030.jpg
M Rizal Fadillah (Sumber foto : Ist)

Di era Pemerintahan Jokowi ditetapkan hari lahir Pancasila adalah 1 Juni 1945. Dan sekarang ini di kalender kita tanggal 1 Juni itu berwarna merah sebagai tanda hari libur nasional. Penetapan ini jelas menggambarkan interpretasi sepihak, manipulasi sejarah, serta intoleran.

Jika anak sekolah diminta menyebut Pancasila maka dengan lantang ia menyebutkan "Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Tiga, ..." Ya itulah urutan Pancasila yang benar. Jika ini dan hanya ini yang benar,maka tidak bisa tidak Pancasila lahir tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila dengan urutan dan rumusan seperti itulah ideologi negara Indonesia.

Masalahnya, kini ada yang berusaha menarik waktu ke konflik politik masa lalu, saat terjadi pertarungan ideologi antara faham dan kelompok "Kebangsaan" dengan "Islam". Kelompok kebangsaan ingin sila kebangsaan dominan. Sebaliknya bagi kelompok Islam tentu Islam yang utama. 1 Juni 1945 adalah waktu pertama Soekarno melempar gagasan dimana sila pertama adalah Kebangsaan dan Ketuhanan terakhir. Tentu ditolak dalam adu argumen dan gagasan. Digodok dan dimatangkan. Lalu disepakati tanggal 22 Juni 1945 lahir apa yang disebut dengan Piagam Djakarta dimana Pancasila memiliki rumusan sebagaimana sila sila saat ini kecuali sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

1 Juni 1945 bukan hari kelahiran Pancasila. Itu hari baru lemparan, baru gagasan, baru pemikiran tentang yang kemudian menjadi Pancasila. Baru pengajuan dari Ir. Soekarno. Ini hari "gagasan" bukan hari "kelahiran". Jika dipaksakan juga disebut hari kelahiran, maka inilah kelahiran yang prematur. Ideologi yang cacat dan tak sempurna.

Penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila jelas masuk pula dalam kontroversi pemerintahan Jokowi. Umat Islam menyayangkan kebijakan interpretasi sepihak dan intoleran. Tidak toleran pada perasaan umat Islam yang berkontribusi besar dalam proses perumusan ideologi negara. Dengan kembali mengukuhkan kemenangan kaum "kebangsaan" atas kaum "Islam". Kita telah dibawa mundur kembali. Jika demikian umat Islam akan meyakini bahwa lahir Pancasila adalah 22 Juni 1945. Ini saat akhir ketuk palu perumusan tim 9 gabungan kelompok "kebangsaan" dan kelompok "Islam". Inilah riel kelahiran Pancasila. Syariat Islam wajib dijalankan oleh pemeluk pemeluknya. Rumusan obyektif yang tak menyinggung siapapun. Ketuhanan berada dalam tempat yang mulia. Tuhan adalah "prima causa" penentu kehidupan manusia. Bangsa yang bertuhan adalah bangsa Indonesia yang berkeadaban. Peniadaan tuhan dan peminggiran agama adalah kebiadaban.

Oleh karena itu, cabut penetapan 1 Juni 1945 sebagai hari kelahiran Pancasila, sebab umat Islam akan menyatakan dan menegaskan bahwa kelahiran Pancasila adalah 22 Juni 1945. Jika kontribusi dan hadiah umat sudah tidak dihargai dengan cara memutar waktu mundur, maka tentu wajar saja jika umat Islam berkomitmen Piagam Djakarta adalah milik kami "Mari bung, rebut kembali...!"

Kini kita sudah kompromi, sudah sepakat untuk melupakan perseteruan ideologis dengan rumusan Pancasila sebagaimana sekarang yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sudahlah sepakati bersama pula inikah hari lahir Pancasila itu. Jangan mundur dan menetapkan sesuatu yang intoleran dengan memanipulasi sejarah. Bila memaksakan juga, maka inilah fakta bahwa merekalah kaum radikal itu.

Bandung, 29 November 2018 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pancasila  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...