Opini
Oleh Nyoto Santoso (Dosen Fakultas Kehutanan IPB, Bogor) pada hari Selasa, 04 Jun 2019 - 16:59:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Idul Fitri dan Konservasi

tscom_news_photo_1559642340.jpg
Nyoto Santoso (Dosen Fakultas Kehutanan IPB, Bogor) (Sumber foto : ist)

Hari Raya Idul Fitri yang bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni, terasa mencuatkan “sesuatu” yang patut kita renungkan bersama.

Kenapa? Hari Raya Idul Fitri adalah hari fitrah – hari kesucian -- setelah umat Islam melaksanakan puasa di Bulan Ramadhan. Di hari itu, setelah berhasil mengendalikan semua nafsu badani atau nafsu fisikal selama satu bulan penuh -- Allah menjanjikan kefitrahan – yaitu kondisi kesucian nascendi bagi hambanya; sebuah kondisi kesucian azali manusia seperti ketika baru dilahirkan ke dunia. Dengan kesucian tersebut, langkah-langkah manusia akan selamat dan terlindung dari bencana fisikal maupun spiritual di masa depan.

Manusia dilahirkan dalam kondisi suci. Itulah prinsip utama Islam tentang kemanusiaan. Dalam Islam tak ada dosa warisan atau kondisi samsara akibat perbuatan masa lalu pada kehidupan sebelumnya. Islam mempercayai hidup hanya satu kali di dunia, untuk selanjutnya manusia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di akhirat nanti.
Konsep hidup satu kali di dunia, seharusnya menjadikan umat Islam – at all cost -- mempersiapkan bekal sebaik-baiknya untuk menuju kehidupan akhirat. Dalam kondisi kekinian, jika kehidupan akhirat ditafsirkan pula sebagai “kehidupan di kemudian hari” -- maka umat Islam seharusnya berusaha untuk menjadikan tempat hidupnya, yaitu Bumi, sebagai tempat tinggal yang layak (aman, damai, dan mencukupi kebutuhan hidup) -- untuk generasi umat manusia mendatang.

Persoalannya, layakkah planet bumi saat ini menjadi tempat tinggal aman dan damai untuk generasi mendatang? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat parkembangan konservasi yang ada di muka bumi. Sebab keberadaan konsevasi merupakan suatu kenisciyaan jika manusia menghendaki kehidupan yang kontinyu di muka bumi.
Konservansi adalah suatu upaya pelestarian lingkungan dengan tetap memperhatikan manfaat yang bisa didapat pada lingkungan tersebut. Dalam konteks ini, konservasi harus mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan yang bermanfaat di masa depan. Itulah sebabnya, dalam konservasi perlu diusahakan keseimbangan tiap komponen yang ada dalam lingkungan sehingga eksistensi alam tetap berlanjut dan bermanfaat untuk kehidupan manusia.

Manusia adalah makhluk termulia dan terpenting dalam pejalanan evolusi alam. Tuhan sendiri telah menyebutkan dalam kitab suci Quran bahwa manusia adalah khalifah – pengganti peran Tuhan di muka bumi. Nabi-nabi diturunkan Tuhan dalam rangka memelihara kehidupan di bumi agar aman, lestari, damai dan terus berkelanjutan. Dalam narasi Qur’an, Surah Al-Anbiya 107, misalnya, disebutkan Nabi Muhammad diturunkan untuk menjadi rahmat (merahmati) seluruh alam.
Dari perspektif rahmat itulah, konservasi harus dilihat maknanya. Prof. Dr. Hadi Sukadi Alokodra, Guru Besar Fakutas Kehutanan IPB mencoba melihat konservasi dari sudut pandang ecosophy. Sudut pandang ecosophy ini menyertakan moral dan nilai religi dalam mengupayakan koservasi dan melestarikan lingkungan. Dalam konteks ini, konservasi dan ekologi adalah dua term yang menyatu dan saling terkait; tak terpisahkan.

Bila ekologi berkembang menjadi ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya secara sistemik dan menyeluruh, demikian juga konservasi. Itulah sebabnya para ahli lingkungan memandang perlunya melihat ekologi secara mendalam (deep ecology) -- bukan ekologi permukaan yang dangkal (shallow ecology). Hal yang sama terjadi pada bidang konservasi. Konservasi harus dilihat dari perspektif yang lebih dalam: untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran. Dan manusia adalah pemeran utamanya. Peran utama itu merupakan implementasi perintah Tuhan kepada manusia.

Saat ini dunia sibuk memperbincangkan kenaikan suhu bumi yang makin panas (global warming). Kenapa hal itu terjadi? Jawabnya: karena manusia tidak menyadari dirinya sebagai khalifah Tuhan.

Bagi umat Islam yang merayakan kemenangan olah jiwa dan spiritual setelah berhasil mengendalikan nafsu selama Ramadhon, hendaklah momentum ini dijadikan spirit untuk kembali kepada kesucian dan kemuliaan manusia. Yaitu manusia sebagai khalifah Allah yang menjaga keutuhan dan kelestarian alam. Bukan merusak dan menghancurkannya.
Melalui Idul Fitri yang suci ini, kita umat Muhammad harus kembali mengingat tugas Allah kepada kita dan keberadaannya di muka bumi. Yaitu menjadi rahmat bagi alam semesta. Dengan kata lain -- menjadi konservasionis yang memelihara dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang aman, damai, berkelanjutan, dan menyenangkan bagi umat manusia. Amin! (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #lebaran  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...