Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Pengamat Politik) pada hari Sabtu, 08 Jun 2019 - 18:57:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Masalah Krusial Jokowi

tscom_news_photo_1559995077.jpg
Jokowi (Sumber foto : Ist)

Kini Pak Jokowi masih Presiden dan diperpanjang atau tidak tergantung putusan Mahkamah Konstitusi nanti. Berbeda dengan tahun 2014, saat ini masalah yang dihadapi Pemerintah Jokowi dalam kaitan dengan aspirasi kerakyatan lebih kompleks dan rawan.
Ada beberapa hal yang "menggantung" dan menjadi "masalah kerakyatan" yang menjadi titik lemah dan tantangan yang dihadapi.

Pertama, pemilu 2019 yang di bawah tanggungjawab pemerintahannya dinilai tidak mulus. Citra curang tidak terhapus dengan putusan MK karena para Hakim Majelis tidak mengadili masalah kecurangan. Fokus pada "angka angka" keberatan. Fondasi pemerintahan yang "cacat politik" adalah beban. Dengan legitimasi rendah pemerintahan mudah goyah.

Kedua, meninggalnya 700 an petugas Pemilu 2019 yang dibuat mengambang baik "sebab" maupun "pertanggungjawaban" akan menjadi masalah berkelanjutan. Tuntutan penyelidikan tuntas terus bergaung. Ditambah dengan "permainan" dalam kerusuhan 21-22 Mei yang menewaskan sejumlah orang dan tindakan brutal Brimob yang menjadi masalah HAM nasional maupun internasional. Sementara orang hilang yang belum ditemukan juga menjadi "pekerjaan rumah" tersendiri. Komisi independen untuk penyelidikan menyeluruh tetap menjadi tuntutan rakyat.

Ketiga, kebijakan kerjasama erat dengan Republik Rakyat China baik dalam investasi yang sedang berjalan maupun program khusus Belt and Road Initiative yang akan dijalankan bakal menimbulkan masalah yang tak ringan. Penolakan publik cukup tinggi karena kekhawatiran penguatan peran China pada aspek ekonomi, politik dan ideologi. Persoalan laten petanahan dan tenaga kerja China terus mengemuka. Sentimen rasial meningkat atas dasar kesenjangan sosial yang justru semakin melebar.

Keempat, kasus korupsi yang berhubungan dengan pejabat elit di lingkungan istana. Beberapa Menteri dalam proses penyelidikan KPK. Rembetannya tentu melebar dan meluas. Tekanan rakyat agar KPK menuntaskan kasus korupsi di lingkungan pemerintahan Jokowi akan berpengaruh terhadap stabilitas pemerintahan. Sikap politik Jokowi terhadap support penuntasan atau mungkin perlindungan personal menjadi ujian yang berdampak serius.

Kelima, institusi kepolisian dalam peran pengayoman dan perlindungan masyarakat mendapat sorotan tajam. Rakyat menilai Kepolisian di bawah Pemerintahan Jokowi lebih kuat kedudukan sebagai "alat negara" (baca alat pemerintah) ketimbang "alat masyarakat". Netralitas politik rendah. Ada "distrust" pada publik. Ditambah dengan persoalan keseimbangan dan proporsionalitas peran dengan TNI. Konsep "democratic policing" Tito sangatberbahaya karena akan membawa Polisi berada di atas TNI. Ada kerawanan bila tidak dilakukan refungsionalisasi.

Keenam, umat Islam yang marah pada Jokowi.Sikap politik yang mengakar dalam sejarah yakni ekuilibrium antara kekuatan "kebangsaan" dan "Islam" yang mampu dimainkan oleh Presiden terdahulu, kini tidak lagi. Umat Islam merasa tersisihkan dan menjadi target pelemahan sebagai kekuatan politik. Isu HTI, radikalisasi, intoleransi bahkan terorisme masih diarahkan pada umat dan hal ini tentu menyakitkan. Jokowi mungkin saja "polos" akan tetapi umat Islam melihat kepentingan dan mafia politikdibelakang Jokowi sangat kuat dalam memojokkan porsi(umat) Islam di Indonesia. Perlawanan tentu akan terus dilakukan.

Di tengah kelemahan yang dimiliki dan pengendalian "luar" yang liar dan dominan, maka pemerintahan jokowi kini hingga pelantikan siapapun Presiden baru nantinya akan ada dalam kerawanan. Kecuali Jokowi berhenti maka masalah bisa lebih mudah diatasi. Konsensus atau rekonsiliasi nasional akan terbangun. Akan tetapi jika masih berlanjut, maka tanpa ada perubahan kebijakan mendasar di enam agenda di atas, nasib Jokowi akan sama dengan Presiden terdahulu yang dijatuhkan oleh desakan rakyat. Masalah bisa lebih berat karena akar kebijakan dapat dikategorikan penyimpangan ideologi. Pancasila yang diabaikan.

Bandung, 8 Juni 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #pilpres-2019  #mahkamah-konstitusi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...