Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 15 Jun 2019 - 22:43:46 WIB
Bagikan Berita ini :

MK Bukan Final

tscom_news_photo_1560613426.jpg
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Sumber foto : Ist)

Sidang MK untuk memeriksa gugatan pasangan Prabowo Sandi baru mulai kemarin. Akan berakhir dua minggu kemudian. Pembacaan gugatan oleh Tim Hukum kuasa Prabowo Sandi yang dipimpin Bambang Wijayanto mendapat pujian. Prof Mahfud mantan Ketua MK menyebutnya dengan ungkapan "cerdik" karena menekankan pada argumen kualitatif dari fakta dan analisa kecurangan Pemilu oleh KPU dan Paslon 01 serta lainnya. Tidak fokus pada angka angka karena MK bukan "Mahkamah Kalkulator". Dalil yang dapat menjadi terobosan menantang untuk dipertimbangkan seksama oleh Hakim Konstitusi yang dalam pembukaan sidang menyatakan "dilihat bukan saja oleh dunia tetapi Allah SWT".

Menurut UU 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (dengan perubahan No 8 tahun 2011) Pasal 10 menyatakan bahwa MK mengadili untuk tingkat pertama dan terakhir dan keputusan bersifat final. Termasuk di dalamnya putusan perselisihan hasil Pemilu 7 (Pasal 10 butir d). Nah dalam kaitan dengan Pemilu tentu selesai atau final. Akan tetapi sebagai proses politik, nampaknya ini yang belum final. Kedua pasangan melihat MK adalah tahapan. Masih "tersimpan" buntut yang bisa pendek atau panjang dari agenda masing masing.
Peristiwa 21-22 Mei bagi para pihak menjadi "batu loncatan" yang berdampak.

Jika Jokowi yang menang dari sisi kepentingannya maka perlawanan pendukung Prabowo harus "dihabisi". Isu makar yang dipublikasi pasca tragedi 21-22 Mei menjadi saluran strategis. Penangkapan Kivlan Zein, Soenarko sampai keterlibatan mantan Tim Mawar diangkat ke permukaan. Isu Prabowo akan ditangkap pun muncul dan tersiar. Awalnya soal rencana pembunuhan empat Jenderal yang dilansir oleh Kapolri. Bahkan meninggal tertembaknya peserta aksi kemudiannya diumumkan seluruhnya adalah "perusuh". Soal korban tidak menjadi perhatian. Isu bergeser pada dalang kerusuhan dengan target politik tertentu.
Pemerintah Jokowi sangat mungkin menggelindingkan dan mengembangkan ini sebagai manuver lanjutan. Sambil memproteksi kelemahan.

Jika Prabowo menang, ataupun dikalahkan MK, maka perlawanan atau penghukuman atas "dosa rezim" terus berjalan. Aksi 21-22 adalah damai. Kerusuhan adalah momen dan pelaku lain. Kepolisian, Moeldoko, dan Wiranto menegaskan pula. Tewasnya 9 orang yang diumumkan resmi dan penanganan kerusuhan oleh aparat adalah penanggaran HAM berat. Persoalan meluas ke tingkat internasional.
Meninggalnya hampir 700 an petugas Pemilu dan sakitnya 11 ribuan yang "tertutup akses" penyelidikan menjadi masalah berkelanjutan. Pemilu 2019 adalah "Pemilu berdarah".

Dalil kualitatif yang dibacakan Tim Hukum Prabowo Sandi dalam gugatan MK merupakan"bola panas" untuk rezim Jokowi kini dan ke depan. Kecurangan telah menjadi pencitraan serius. Sinyalemen dari mulai tak terpenuhi syarat Cawapres Ma"ruf Amin, penggunaan fasilitas kenegaraan, penyimpangan dana kampanye, pembagian uang dan sembako, hingga pengerahan aparat pemerintahan, keamanan dan intelijen dilempar. Petitum diskualifikasi adalah gaung gong yang menggema. Kemenangan pun "cacat politik" jika Prabowo dikalahkan MK.
Sebaliknya jika Prabowo menang maka cacat politik ini juga harus diselesaikan sebelum dibangun konsensus baru.

Ini semua menggambarkan bahwa MK adalah tahapan yang "final" tapi "belum final". Masalah politik di penghujung jabatan pertama Jokowi ini cukup krusial. Faktor utamanya adalah terlalu banyak fihak yang berkepentingan dengan profil sang Presiden. pilihan ke depan adalah "semakin represif" tindakan pemerintahan Jokowi kepada oposisi atau memang Jokowi jatuh dan tidak lagi memimpin pemerintahan.
Atau justru karena represif maka Jokowi Jatuh.

Bandung, 15 Juni 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #mahkamah-konstitusi  #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...