Opini
Oleh Margarito Kamis (Doktor HTN, Staf Pengajar FH. Univ. Khairun Ternate/Pakar Hukum Tata Negara) pada hari Senin, 24 Jun 2019 - 02:33:10 WIB
Bagikan Berita ini :

Kesaksian Saksi Pemohon Cukup Bermutu

tscom_news_photo_1561318390.jpg
Dr. Margarito Kamis (Sumber foto : Ist)

Sidang MK yang sebagian orang menyebut sidang perselishan hasil pilpres, walau lebuih sering menyebut perselisihan pilpres di MK, Jumat tanggal 21 Juni 2019 berakhir dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an Al-Karim, kalam Allah yang tak satu mahluk di dunia ini, sepintar apapun, dapat menyamai, jangankan seluruh kandungannya, sebagian kecil saja sekalipun, tidak. Sidang terakhir itu adalah sidang pemeriksaan bukti; saksi dan ahli pihak terikat, Jokowi-Ma’ruf.

Ayat Al-Qur’an yang dibacakan kedua kuasa hukum ini adalah Surat An-Nisa ayat 135. Apa kandungannya? Kandungannya, dalam bahasa Indonesia artinya wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap Ibu-Bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan Jika kamu memutarbalikan (kata-kata) atau dengan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

Peristiwa dan Pikiran

Kau menuduh, kau pulalah yang membuktikan tuduhan itu. Kau dibebani beban pembuktian. Ini absolut. Bagi penuduh, sodorkanlah bukti agar tuduhanmu beralasan dipercaya hakim. Bila tertuduh menyangkal, sangkallah dengan bukti. Ini juga absolut. Begitulah adabnya. Tidak lebih. Kau bilang A mencuri, sertakanlah bukti bahwa A itu mencuri. Bukti harus oke. Bukti oke itu tidak tergantung pada jumlah, tetapi kualitas bukti itu, yang sebagian ditentukan oleh cara bukti itu didapat. Dapatnya harus halal.

Bila bukti itu berupa saksi, maka saksi harus punya kualitas hukum; waras, dewasa, sungguh-sungguh dan nyata melihat sendiri peristiwa itu, sungguh-sungguh dan nyata-nyata mendengar sendiri percakapan itu atau mengalami sendiri peristiwa itu. Tidak lebih. Cukupkah? Belum. Saksi harus tidak memiliki hubungan keluarga dengan penuduh atau pelaku yang sedang disidangkan itu. Ia juga harus tidak boleh punya hubungan kerja dengan pelaku yang perkaranya sedang disidangkan itu. Ini prinsipil.

Mutlaknya asas saksi tidak boleh punya hubungan keluarga dengan penuduh, juga tidak boleh punya hubungan kerja dengan penuduh itu diegang teguh oleh Syuraih Al Iraqi, hakim yang diangkat Sayidina Umar Bin Khathab. Prinsip itu diwujudkan pada saat dirinya mengadili perkara Sayidina Ali. Kasusnya, Sayidina Ali Bin Abi Thalib menuduh seorang Yahudi mengambil baju besinya. Syuraih mewajibkan sayidina Ali mengajukan bukti. Amirulmukminin hanya bisa menyodorkan Hasan putranya dan Qanbar pembantunya sebagai saksi. Syuraih menolak keduanya.

Sayidina Ali kalah dalam sidang itu. Syarat lainnya adalah keterangan saksi tidak boleh berasal dari cerita orang. Keterangan jenis ini tidak membuat orang yang mendengar itu memenuhi syarat menjadi saksi. Kesaksian jenis disebut testimonium de auditu - begitu istilah teknisnya dalam hukum pembuktian.

Untuk apa semua syarat itu? Untuk menentukan “nilai kebenaran” nyata sebagai dasar kualifikasi atas derajat kebenaran hukum – pada semua aspek keterangan saksi itu. Itu mengenai saksi. Bagaimana dengan kesaksiannya? Derajat kebenaran bukti –kesaksian- ditentukan oleh tipikal bawaan saksi, dan cara saksi menyampaikan keterangan itu dimuka sidang.
Pasti dinilai meragukan bila keterangan saksi mengandung pertentangan antara satu dan lainnya. Termasuk meragukan bila saksi ragu-ragu memberikan keterangannya. Konsistensi kesaksian saksi dalam seluruh aspeknya menjadi kunci lahirnya keyakinan atas kebenaran dalam kesaksian itu.

Kaidah itulah yang dimana-mana di semua peradilan menjadi patokan hakim, siapapun dalam perkara apapun, menilai kebenaran kesaksian saksi, termasuk ahli, walaupun pada saksi ahli tidak berlaku seluruh syarat saksi. Syarat yang diberlakukan kepada saksi ahli selain tidak memiliki hubungan keluarga dan huhungan kerja dengan penuduh atau salah satu pihak, juga memiliki pengetahuannya atas isu yang diterangkan.

Cukup Layak

Agus Maksum, Idam, Hermansyah, Aspar Koto (saksi ahli), terlihat begitu, telah berbicara lugas dalam sidang itu. Tak terlihat keraguan mereka dalam sidang itu. Agus memang sempat ditanya oleh salah satu hakim yang dijawabnya tidak tahu. Itu jawaban logis, karena tidak ada seorangpun sejak nabi Adam hingga kini yang bisa mengenal manusia dalam jumlah lebih dari 17 juta. Tidak ada.

Kredibilitas analisis Koto terlihat bersesuaian dengan analisis Ahli pihak terkait. Memang ahli terkait tegas menyatakan bahwa kekeliruan dalam Situng tidak hanya menimpa pasangan pemohon, tetapi juga pihak terkait, Jokowi-Ma’ruf. Tetapi bukan disitu masalah. Keterangan itu jelas memunculkan fakta “ada masalah” dalam Situng.

Kredibilitas keterangan saksi lainnya khususnya Anas dari pemohon tentang hal-hal hukum dalam TOT TKN yang diikutinya. Pada level yang cukup pantas keterangan ini didukung, bersesuaian dengan keterangan Anas pihak terkait. Kalau dibalik, maka rumusannya jadi begini; keterangan Anas pihak terkait bersesuaian dengan keterangan Anas pihak pemohon.
Soalnya sekarang tinggal menentukan derajat kesesuaian kuat atau ketidaksesuaian antara satu keterangan dengan -keterangan. Apa keterangan lain itu? Keterangan lain itu adalah keterangan Ibu yang kalau tidak salah dari Barito Kuala dan Ibu dari Boyolali.

Dua saksi ini menerangkan, dalam pokoknya beberapa surat suara pada satu TPS dicoblos oleh petugas, dan kotak suara di satu TPS dibuka dikantor kecamatan. Saksi ini juga menerangkan hal lainnya, yakni kegiatan pemerintah dalam kerangka kerja Dana Desa, yang diikutinya.

Rangkaian fakta ini terlihat bersesuaian antara satu dengan lainnya. Masalahnya apakah kesesuaian itu telah cukup beralasan secara hukum untuk menyatakan fakta sidang memastikan adanya fakta kecurangan yang bersifat TSM, yang didalilkan pemohon? Cukupkah itu? Belum. Mengapa? Masih ada soal lainnya.

Bisa kesulitan itu dihilangkan dengan mengetangahkan argumentasi bahwa DPT bermasalah, kegiatan untuk dana desa, bansos, ceramah dua pejabat negara pada TOT TKN yang diterangkan duo Anas, diterima dan diberi sifat hukum sebagai “notoir feiten” hal yang telah diketahui umum, sehingga tidak perlu dibuktikan dalam persidangan? Ini soal yang hemat saya cukup penting untuk dikenali, karena beberapa hal.

Ahli pihak terkait cukup tegas menyajikan perspektif bahwa bila pun terjadi kecurangan terstruktur dan sistimatis, maka dampaknya harus luas, bukan sebagian wilayah. Cukup tegas juga ahli pihak terkait menegaskan dalam nada meyakinkan bahwa dampak tindakan terstruktur dan sistimatis itu harus dicek secara post factum, bukan pada awalnya.

Argumentasi itu mengantarkannya pada penegasan dalil TSM pemohon dan dalil lain yang serupa harus diperiksa di Bawaslu, bukan di MK. Argumentasi ini disetujui kuasa pemohon. Tetapi satu ahli pihak terkait cukup tegas menyatakan bahwa kekeliruan pada saat proses dapat diperiksa di MK, bila terdapat keadaan tertentu.

Kuasa pemohon menyokong keterangan ini dengan analogi kejahatan, misalnya genosida yang tidak diadili oleh pengadilan nasional, dapat diadili di pengadilan internasional, dibawah kerangka kerja hukum PBB. Disini muncul soal lain yang cukup menarik. Apa? Bagaimana bila dana sumbangan pasangan Jokowi-Ma’ruf dan bagaimana bila status Kiyai Ma’ruf pada dua anak BUMN baru diketahui setelah pencoblosan? Bisakah soal ini diperiksa di MK?

Menariknya ahli pihak terkait tegas menyatakan terstruktur harus dikaitkan dengan pertanyaan apakah tindakan-tindakan itu direncanakan? Bila direncanakan barulah dapat dinyatakan bahwa tindakan itu diniatkan atau dikehendaki. Bagaimana bila tidak ada rapat membuat rencana, tetapi tindakan eksisting yang terpisah-pisah secara rasional terlihat memiliki kesesuaian dalam substansinya antara satu dengan lainnya bersesuaian dengan tuduhan pemohon? Tidak beralasankah keadaan seperti itu disimpulkan sebagai tindakan yang direncanakan, sehingga kecurangan yang dituduhkan pemohon harus dianggap diniatkan, dan terbukti ada?

Diluar dua alat bukti – saksi dan saksil ahli - alat bukti surat juga muncul dalam sidang ini. Alat bukti ini tidak terungkap, tersaji ke tengah masyarakat, setidaknya ke pers. Jadi tidak dapat dianalisis. Apakah surat itu mendukung alat bukti saksi dan ahli? Hakim dan tim kuasa hukum dua belah pihak yang mengetahui. Tidak lebih.

Kini MK sedang memilah-milah, mengenali dalam makna menganalisis sisi demi sisi fakta itu untuk ditemukan aspek-aspek yang bersesuaian dan tidak bersesuaian antara satu bukti dengan bukti lainnya. Satu hal; hukum pembuktian dalam persidangan MK jelas. Hukum pembuktian di MK mengikuti doktrin pembuktian negatif. Dalam doktrin ini hakim tidak hanya mengandalkan alat bukti yang didefenisikan dalam undang-undang, tetapi juga keyakinannya yang dibangun berdasarkan fakta sidang, conviction rasionee, bukan keyakinan hakim semata, conviction in time.

Akhirnya sejumlah hakim MK tahu Kalam Allah ini; Shalatku, matiku dan hidupku kupersembahkan hanya pada-Mu Allah Ajaza wa Jallah. Mereka tahu Allah Maha Teliti, yang dalam kalam-Nya di atas memerintahkan hambanya adil mengadili perkara. Lalu? Mari nantikan dengan kepercayaan penuh dan hormat putusan mereka, apapun isinya.

Jakarta, 23 Juni 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #mahkamah-konstitusi  #pilpres-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hakim Konstitusi dan Neraka Jahannam

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Sabtu, 20 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Dari semua tokoh-tokoh yang berpidato di aksi ribuan massa kemarin di depan MK (Mahkamah Konstitusi), menarik untuk mengamati pidato Professor Rochmat Wahab (lihat: Edy ...
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...