JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melakukan konsolidasi kepada Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) di Muara Angke, Jakarta Utara.
Konsolidasi tersebut dilakukan untuk menyosialisasikan dampak buruk yang akan diterima oleh masyarakat pesisir teluk Jakarta jika pemprov DKI Jakarta mengesahkan peraturan daerah Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Raperda RZWP3K).
Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan, jika dilihat dari 21 Perda RZWP3K yang telah ada, penyusunan draft perda RZWP3K tidak melibatkan peran serta pengetahuan-pengetahuan lokal yang dari masyarakat pesisir khususnya nelayan itu sendiri.
Selain itu, Perda RZWP3K ini juga menjadi pintu masuk untuk melegalkan proyek-proyek ekstraktif di pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal itu bisa dilihat dari adanya zonasi pertambangan (baik migas dan minerba), reklamasi, pariwisata, pelabuhan, zonasi bandara udara bahkan zonasi militer.
"Zonasi pemukiman nelayan hanya diakui dalam beberapa titik dengan total area yang sangat kecil dibandingkan dengan zonasi lainnya yang ada didalam perda RZWP3K tersebut," kata Susan, kepada TeropongSenayan, Minggu (23/06/2019).
Selain itu, menurut Susan, dampak yang akan diterima adalah terancamnya ruang hidup dan ruang kelola masyarakat terhadap kebebasan mengakses laut. Hal ini dikuatkan dengan bukti rancangan perda tersebut yang menyebutkan bahwa wilayah nelayan yang berada di Muara Angke akan dijadikan wilayah pelabuhan.
"Nelayan Muara Angke akan diusir dari ruang hidupnya karena tidak berada di zona pemukiman nelayan dan berada di zona pelabuhan," ucap Susan.
Lebih jauh, Susan menyebutkan, bahwa lebih dari 25 ribu nelayan penuh waktu dan 4 ribu nelayan andon yang berada di Teluk Jakarta akan terusir dari ruang hidupnya jika perda ini disahkan nantinya. Jika nelayan dirampas dan diusir dari ruang hidupnya maka itu akan menghilangkan profesi sebagai nelayan tradisional.
"Pada akhirnya, masyarakat itu sendiri yang menjadi korban penggusuran dan menjadi pengungsi ditanahnya sendiri," tukasnya.
"Untuk itu KIARA bersama Walhi Jakarta dan LBH Jakarta memberikan sosialisasi kepada masyarakat nelayan muara angke untuk bersama-sama menolak tegas perda RZWP3K sebelum disahkan oleh pemerintah daerah (provinsi) karena perda tersebut hanya merugikan nelayan dan mengusir mereka dari ruang hidupnya," pungkasnya.(plt)