Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Jumat, 05 Jul 2019 - 23:04:47 WIB
Bagikan Berita ini :

Dekrit 5 Juli dan Prabowo

tscom_news_photo_1562342687.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Ketika perjuangan belum berakhir, Prabowo harus terus melangkah sebagai "Presiden de facto" melakukan konsolidasi intensif pada pendukung baik partai, relawan, maupun rakyat. Momentum harus terus dimanfaatkan optimal. Tentu hal ini untuk membangun politik yang sehat dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan mengalahkan segala bentuk kelicikan dan kecurangan.

5 Juli 1959 enam puluh tahun yang lalu adalah Dekrit Presiden. Soekarno mendekritkan pembubaran Konstituante, kembali ke UUD 1945, dan Pembentukan MPRS dan DPAS. Dekrit Presiden adalah momentum bagi Soekarno melangkah dalam model Demokrasi Terpimpin. Menembus kebuntuan sidang Konstituante.
Tanpa menilai efek pasca dekrit, namun kecerdasan politik Soekarno patut dipuji. Ia melihat ada kesempatan untuk mengambil kebijakan politik strategis dengan berani.

--Kembali ke UUD 1945--

Kini sebagai "Presiden Rakyat" semestinya Prabowo mengambil langkah strategis kenegaraan yang dapat memandu perjuangan rakyat. Dengan berani. Apakah butir dekrit kembali ke UUD 1945 itu bagus dan strategis bisa dipertimbangkan. Hal ini disebabkan kebijakan ekonomi, politik, dan hukum Pemerintahan dianggap telah melenceng dari UUD 1945. UUD 1945 yang diamandemen berulangkali tidak menjadi solusi justru dimanfaatkan sebagai fondasi kebijakan otoritarian.

--Tegakkan kedaulatan Negara--

Begitu juga soal kedaulatatan negara (state souvereignity) bisa dilempar sebagai butir dekrit. Kebijakan pemerintah yang condong pada asing (baca RRC) telah memporakporandakan kedaulatan negara. Dengan bahasa investasi atau hutang luar negeri maka negara "tergadai" bahkan "terjual" lalu serbuan tenaga kerja juga cukup memprihatinkan dan membahayakan. Persolan kedaulatan adalah isu kerakyatan yang aktual dan mainstream dari aspirasi.

--Benahi penegakkan hukum--

Selanjutnya adalah benahi aparat penegak hukum. Hukum yang jadi alat politik harus diakhiri. Saatnya hukum menjadi mandiri dan berwibawa. Sekarang masyarakat sering mencibir masalah hukum dan aparat penegak hukum. Ini tidak bagus bagi status RI sebagai negara hukum (rechtstaat). Tercitra bahwa Indonesia menjadi negara kekuasaan (machtstaat). Politik yang menjadi panglima sedangkan hukum subordinat. Tegaknya hukum akan memberi kepastian pada demokrasi, pengembangan ekonomi, kemandirian budaya, keamanan beragama serta kebaikan dan kemajuan bidang lainnya.

Nah andai Prabowo memandu perjuangan dengan dekrit yang jelas, efeknya bukan hanya berdampak pada rakyat yang ingin tegaknya kebenaran itu tapi juga Pemerintah tentu akan mengevaluasi penyelenggaraan negara dengan lebih baik.
Dekrit adalah upaya menerobos kebuntuan politik.
5 Juli 1959 enam puluh tahun yang lalu menjadikan Dekrit Presiden sebagai alas dari Demokrasi Terpimpin.
Kini Dekrit itu adalah untukmemimpin tegaknya demokrasi !

Bandung, 5 Juli 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pemilu  #uud-45  #prabowo-subianto  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...