Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Pengamat Politik) pada hari Selasa, 23 Jul 2019 - 01:04:56 WIB
Bagikan Berita ini :

Kasus Ikat Pinggang

tscom_news_photo_1563818696.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Aksi premanisme Kuasa Hukum Tomy Winata di persidangan perdata PN Jakarta Pusat memalukan dan menghebohkan. Desrizal Chaniago sang kuasa memukulkan ikat pinggangnya ke wajah Ketua Majelis Hakim ketika dibacakan Putusan kasus gugatan TW lawan PT PWG. Dua Hakim terluka dan Desrizal ditahan. Ia terancam Pasal 351 Jo 312 KUHP delik Penganiayaan dengan pidana kurungan 2 tahun 8 bulan.

Memalukan dan menghebohkan karena yang diwakili Desrizal adalah pengusaha besar dan terkenal yaitu taipan "naga" Tomy Winata. Demikian juga tindakannya unik yakni memukulkan "ikat pinggang" yang dikenakan oleh sang Pengacara. Dilakukan di saat persidangan berlangsung dalam acara pembacaan Putusan yang mengarah pada diktum "menolak" gugatan. Sementara motifnyakonon ia kesal pada Putusan yang di luar harapan.

Selintas ini penganiayaan biasa dengan alasan kesal. Tapi dirasakan perlu pendalaman atas kasus "ikat pinggang" ini.

Pertama, biasanya yang merasa kesal dan melampiaskan emosinya adalah klien atau prinsipal atau pesakitan sehingga dalam beberapa kasus yang menyerang baik Jaksa atau Hakim adalah klien ini. Advokat itu sudah terbiasa menghadapi berbagai persidangan dengan putusan kalah atau menang. Apalagi kasus perdata dan masih adabanding. Sehingga aneh jika Kuasa Hukum tiba tiba emosi tanpa kendali. Perlu penelaahan lanjutan hubungan Kuasa Hukum dengan Hakim yang membuat dirinya "kesal". Mafia peradilan kini sedang menjadi sorotan masyarakat. Apakah ada deal-deal yang tak dipenuhi atau faktor lain ?

Kedua, bagaimana hubungan Kuasa Hukum dengan klien sendiri. Kuasa Hukum mungkin menjanjikan berlebihan kepada klien, atau klien telah memberi prestasi tertentu yang membuat beban tersendiri sehingga ketika "kalah" ada sesuatu kekalutan besar padanya hingga ikat pinggang pun melayang. Sebagai Advokat ia tentu mengetahui risiko dari perbuatan yang dikategorikan pidana seperti ini. Dugaan adanya beban pada klien yang berat ini wajar wajar saja.

Ketiga, mungkin memang watak pengacara preman yang "tak pernah kalah" dalam segala langkah. Proses hukum peradilan pun dianggap sebagai non litigasi sehingga watak ini terbawa bawa dimanapun dan kapan pun. Inilah bahaya jika proses hukum dibarengi dengan karakter terbiasa bermain di luar hukum. Sudah bagus sebagai klien, Tomy Winata meminta maaf atas perilaku kuasanya ini. Pelanggaran hukum personal tetap dipertanggungjawabkan sendiri oleh si pelaku.

Masih banyak kemungkinan lain dari kasus "ikat pinggang" ini, akan tetapi peristiwanya telah memperburuk wajah hukum di Negara kita. Perlu evaluasi dan koreksi mendasar untuk membangun kepercayaan hukum kembali. Desrizal mesti diberi sanksi oleh asosiasi dan diproses hukum dengan tuntas. Tutup peluang intervensi yang merusak lebih parah dari tontonan yang memilukan ini.
Masyarakat seperti biasa hanya bisa mengurut dada.

Bandung, 22 Juli 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #mahkamah-agung  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

Oleh Swary Utami Dewi
pada hari Senin, 22 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...
Opini

Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Putusan MK dan Kejatuhan Joko Widodo adalah dua hal yang dapat di sebut sebagai sebab dan akibat. Putusan MK dalam gugatan Pilpres, akan menjadi sebab dan penyebab ...