JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang meminta jatah kursi menteri terbanyak dalam kabinet 2019-2024 akan menyulitkan Presiden Joko Widodo.
"Kalau permintaannya terlalu besar itu akan merepotkan presiden karena harus menegosiasikan soal permintaan yang besar ini kepada partai-partai koalisi lain," kata Arya di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Ia berpendapat bahwa permintaan Megawati atas delapan kursi menteri, Arya nilai terlalu banyak. Pasalnya, Jokowi juga harus mengatur jatah menteri partai pendukung lainya.
"Saya kira dari sisi nominal itu terlalu besar, sulit dipenuhi presiden. Mungkin angka yang paling moderat, itu di angka enam. Itu sudah paling besar," ujar Arya.
Nominal tersebut, lanjut dia, apabila dikabulkan, juga dapat membuat Jokowi untuk mengorbankan janjinya dalam membentuk kabinet dari kelompok profesional. Selain itu, ia menilai juga akan mengganggu keseimbangan dalam internal koalisi partai pendukung.
"Karena permintaannya terlalu besar, itu akan mengganggu keseimbangan di internal koalisi partai pendukungnya. Bagaimana pun, selisih antara PDIP, Golkar, Nasdem dan beberapa partai lain kan juga tidak terlalu besar, hanya kurang lebih sekitar 5 sampai 6 persen," kata Arya pula.
Ia menilai PDIP ingin menunjukan kepada publik bahwa partai tersebut memiliki manuver politik di atas partai-partai lain. Sehingga, ia menilai Jokowi harus memberikan sinyal kepada PDIP dan publik bahwa ia memiliki kendali penuh terhadap pembentukan kabinet.
"Saya kira presiden harus memberikan sinyal kepada partai soal bagaimana agenda presiden dalam pembentukan kabinet ke depan," kata Arya.