JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang sangat mendukung rencana pembangunan PLTN di Indonesia yang dimulai dari Bengkayang, Kalbar.
Oso, biasa dia disapa menyatakan persoalan pembangunan PLTN ini akan dibawanya saat menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019 nanti.
Hal ini disampaikan Oso saat menerima audensi dengan Tim Kerja Penyiapan Pembanguna Prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan Komersialisasinya di gedung parlemen, Jakarta, Senin 13 Agustus kemarin.
“Saya sangat mendukung dan saya akan jadikan dalam pidato kenegaraan saya pada 16 Agustus. Saya akan berani memasukkan ini sebagai pertimbangan bangsa kita ke depan,” ujar Oso.
Oso pun merasa sangat optimistis hal ini akan terwujud. Menurut dia, sudah saatnya mengubah dan ikut terlibat dalam pembangunan dunia. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya listrik untuk masyarakat maupun industri.
Dia menegaskan, listrik sangat erat dengan kehidupan. Listrik memudahkan manusia mencapai kemajuan dalam kehidupan. Industri pun demikian, butuh listrik yang cukup dan murah untuk bisa meningkatkan kuantitas serta kualitas produksi sehingga bisa bersaing dengan negara lain.
“Manusia dan industri tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya butuh energi listrik. Jadi, apa yang dilakukan ini sudah tepat. Saya akan ikut serta bersama,” tegas senator asal Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalbar itu
OSO memahami persoalan nuklir memang selalu banyak pertimbangan dan selalu digambarkan mengerikan. Negara maju sudah banyak dan berhasil menggunakan tenaga nuklir.
"Risiko penggunaan PLTN sangat kecil sekali. dengan PLTN listrik akan murah. Negara kira industrinya terlambat, maka kita hanya bisa jual raw material saja. Produk itu kan butuh bahan bakar. Kalau bahan bakarnya terlalu mahal, maka semi finishing product dan finishing product menjadi mahal dari negara lain,” jelas Oso.
Wakil ketua MPR itu mengatakan bahan bakar yang mahal menyebabkan industri Indonesia sulit bersaing. Karena itu, sudah seharusnya Indonesia memiliki PLTN.
“Negara lain, seperti India, Tiongkok, dan lain-lain sudah menggunakan nuklir. Mereka bisa berkompetisi dengan negara maju dan lainnya. Hasil produknya jauh lebih murah dari negara lain,” ujar Oso lagi.
Oso menyatakan sudah saatnya Indonesia tidak bergantung pada material selling. Indonesia harus punya semi finishing product dan finishing product. Dengan begitu ada nilai yang bisa menjadi ukuran.
“Margin value profit-nya itu akan terukur. Kalau tidak, kita tidak akan mampu bersaing, dan kita hanya penjual bahan baku,” katanya.
Selain itu, menurut Oso jangan lupakan masalah transfer of technology-nya. Sebab, kalau ada nilai teknologi maka akan memberikan kesempatan kepada generasi dan anak bangsa. Transfer itu membuat anak bangsa punya skill dan nilai tambah.
“Tentu nilai ekonominya akan meningkat. Kita yang sederhana saja cara berpikirnya. Bahwa sesuai zaman kemajuan dunia, kita harus ikut dengan pemikiran kekinian. Kita serta dan ada di antara mereka,” pungkas Oso. (ahm)