Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Pengamat Politik) pada hari Kamis, 15 Agu 2019 - 15:45:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Memberhalakan Pancasila

tscom_news_photo_1565857188.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Pendekatan historis memberi pelajaran bagaimana Pancasila digodok, dibahas, bahkan diperdebatkan hingga menghasilkan rumusan akhir Pancasila saat ini. Pertarungan politik juga tercermin disana. Aliran terkuat adalah "Kebangsaan" dan "Islam". Kebangsaan berspirit sekuler sedangkan Islam didukung oleh kekuatan keagamaan. Perjuangan politik umat Islam saat itu adalah "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari"at Islam bagi pemeluk pemeluknya".

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 maka akhir rumusan adalah sebagaimana yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dengan sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Umat Islam telah memberi "hadiah" pada bangsa. Pancasila disepakati sebagai dasar penyelenggaraan Negara.

Kini yang secara simbolik menyatakan "Aku Pancasila" atau "Pancasila Harga Mati" atau sejenisnya itu mengarahkan tudingannya kepada umat Islam. Bahwa kekuatan umat Islam itu radikal dan intoleran serta menjadi "bahaya Pancasila". Tuduhan yang kadang seenaknya dan tidak bertanggungjawab. Sebenarnya justru mereka yang berteriak paling Pancasila itu perlu membuktikan diri faham atau tidak tentang makna ideologi negara ini ? Jangan jangan seperti orang yang sedang mabuk alias "teler" teriak "Aku Pancasila" sambil sempoyongan dengan mulut bau alkohol. Tak ngerti omongan sendiri.

Karena tidak faham sejarah tapi sok faham maka Pancasila jadi berhala baginya. Gampang nuduh orang lain "tidak Pancasilais", "anti Pancasila", "bahaya Pancasila" dan lainnya. Lucunya itu sebutan ditujukan pada umat Islam yang dalam kesejarahannya justru berjasa besar bagi kelahiran Pancasila itu sendiri. Penyembah berhala Pancasila ini adalah kaum jahiliyah musyrikin, kafirin, munafikin.

Kaum sekuler dan komunis berlindung di Pancasila untuk mengamankan diri. Agama dimusuhi dan di pecah belah. Pancasila menjadi senjata sekaligus benteng persembunyian untuk misi sesat. Memperkuat kekuasaan dengan menciptakan musuh buatan yang disebut radikalisme, intoleran, ekstemisme bahkan terorisme. Penuh dengan prasangka dan kebencian menuduh bahwa kaum beragama adalah anasir berbahaya. Mengancam Pancasila.
Moderasi, toleransi, dan "pengambangan" nilai adalah racun yang disuntikan kepada umat Islam untuk melumpuhkan kekuatan.

Pancasila merupakan kesepakatan, perjanjian, dan keseimbangan politik. Bukan berhala. Karenanya dahulu ada diskursusPancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa didiskusikan. Hanya orang komunis yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Lalu dengan doktrin "membela Pancasila" semakin anti pada agama.

Umat Islam apalagi tokoh tokoh Islam tak mungkin berkhianat terhadap produk yang dibuat bersama dan disepakati. Nabi mengajarkan demikian. Penghianat itu adalah mereka yang lupa akan kesepakatan, memberhalakan Pancasila, memperalat Pancasila, menghalalkan segala cara, korup, sewenang wenang, curang, antek asing, memeras rakyat dengan pajak dan kenaikan tarif,serta kolusi jabatan dengan pelaku usaha. Mereka itulah yang berlindung dan sembunyi di bawah bendera Pancasila.

Penghianat itu mengarahkan telunjuknya ke arah umat, ulama, tokoh, dan aktivis Islam lalu teriak siapatak setuju Pancasila keluar dari Indonesia. Angkuh dan merasa negeri ini milik mbahnya sendiri. Tidak sadar bahwa di bawah ketiak mereka sembunyi aktivis komunis yang nyaman dan menikmati hidup ber Pancasila. Mereka lah yang seharusnya segera diusir dari posisi penting negara, wakil rakyat, atau orang dekat penentu negara. Komunis itu dilarang oleh Undang Undang. Dasar pemenjaraannya sangat kuat bukan justru diberi kebebasan untuk meracuni rakyat dengan penipuan dan penggelapan.

Komunis bergerak diam diam di bawah bendera Pancasila. Mengacak acak perasaan umat beragama. Sementara sang "Badan Pembina" sepertinya kurang kerjaan dan hanya makan gaji buta.

15 Agustus 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pancasila  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...