Opini
Oleh Ifa Mufida (Pemerhati Kebijakan Publik) pada hari Kamis, 22 Agu 2019 - 21:10:30 WIB
Bagikan Berita ini :

Megapa BPJS Semakin Kritis?

tscom_news_photo_1566483030.jpeg
(Sumber foto : Istimewa)

Selama lima tahun lebih kehidupannya, ternyata BPJS masih belum nampak pertumbuhan dan perkembangan yang bagus dan signifikan. Sebaliknya, hari demi hari BPJS harus terus dibantu dengan berbagai “alat-alat dan obat-obatan” untuk mempertahankan kehidupannya. Memang kecacatan yang sudah dibawa sejak kelahirannya terbukti menjadikian BPJS sulit bertahan hidup.

Bahkan kondisi sekarang semikin kritis.
BPJS memang bisa dikatakan mengalami kecacatan sejak lahir.

Kecacatan sejak lahir ini dalam dunia medis disebut dengan kelainan kongenital. Sebenarnya kelainan kongenital ini bisa dikenali sejak sebelum kelahirannya. Kita ketahui sejak sebelum diluncurkan program ini, MUI telah menyatakan bahwa BPJS ini haram, namun tetap saja program ini dipaksakan.

MUI mengharamkan BPJS dengan alasan-alasan yang digunakan untuk mengharamkan asuransi konvensional (at-ta"miin), yaitu adanya unsur gharar (ketidakpastian, uncertainty), riba (bunga), dan maisir (judi/spekulasi). Namun demikian, alasan-alasan tersebut menurut beberapa ulama belum lengkap. Setidaknya dapat ditambahkan dua alasan.

Pertama, perlu ditambahkan alasan yang lebih mendasar untuk haramnya asuransi konvensional, yaitu akadnya yang memang tidak sesuai syariah, bukan sekadar karena adanya gharar, riba, dan maisir. Kedua, perlu ditambahkan alasan keharaman BPJS dari segi ketidaksesuaiannya dengan hukum Islam mengenai jaminan kesehatan seluruh rakyat secara gratis oleh negara.

Demikianlah, meski sejak awal dikatakan bahwa BPJS ini tidak patut untuk diluncurkan, namun tetap saja diketok untuk menjadi badan yang bertanggung jawab terhadap kesehatan rakyat Indonesia. Pastinya lahir dengan dipaksakan dan sudah cacat sejak lahir.

Perlu dikatahui bahwa faktor genetik memegang pengaruh besar terhadap kasus cacat sejak lahir. BPJS sendiri lahir dari ibu yang membawa genetik “kapitalisme” dimana gen ini akan menjadikan setiap kebijakan yang lahir darinya akan diserahkan kepada para pemilik kapital atau dengan kata lain adalah swasta.

Polusi lingkungan dimana ibu tadi tinggal juga sangat berpengaruh terhadap lahirnya “program” yang cacat. Kita tahu konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digunakan oleh BPJS itu sesungguhnya berasal berasal dari WTO (Word Trade Organization), yaitu institusi perdagangan global, pimpinan Amerika Serikat. WTO mewajibkan setiap negara anggotanya memasukkan layanan kesehatan sebagai salah satu kesepakatan perdagangan global, yang disebut dengan GATS (General Agreements Trade in Services) sejak tahun 1994.

Dengan kata lain, konsep yang melandasi lahirnya BPJS tersebut sesungguhnya muncul dari pandangan sistem ekonomi kapitalisme ala Barat. Dalam sistem ekonomi ini, aktivitas ekonomi semuanya akan digerakkan oleh sektor swasta. Negara tidak perlu mengurus langsung kebutuhan layanan kesehatan rakyatnya.

Permintaan kebutuhan akan layanan kesehatan (demand) dari rakyat dengan sendirinya akan memunculkan penawaran (supply) pelayanan kesehatan oleh sektor swasta. Dalam hal ini, BPJS-lah yang berperan sebagai pihak swasta, yang telah ditunjuk oleh Pemerintah, untuk menjalankan “bisnis” asuransi kesehatan kepada rakyatnya.

Saat ini BPJS semakin kritis akibat defisit anggaran yang luar biasa. Tahun ini, BPJS diproyeksi mengalami defisit Rp 28 triliun. Dalam 4 tahun terakhir, pemerintah menyuntikkan dana Rp 25,7 triliun. Namun, defisit BPJS Kesehatan tetap menganga karena jumlahnya mencapai Rp 49,3 triliun sejak 2015 (kompas.com).

Kemudian, Menteri keuangan Sri Mulyani, telah mempertimbangkan untuk merevisi iuran BPJS dengan alasan demi mengatasi defisit BPJS sebanyak Rp 28 triliun (detikcom, 2/8/"19).

Sebelumnya Kementerian Sosial (Kemensos) telah menonaktifkan sebanyak 5.227.852 jiwa yang terdaftar dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang sudah meninggal atau datanya tidak valid. Untuk di Bali sendiri ada 47.278 PBI BPJS Kesehatan yang dinonaktifkan (Detiknews, 2/8/"19).

Dengan demikian, bisa dipastikan rakyat akan semakin kesulitan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Untuk makan saja susah, sekarang mereka akan semakin terbebani dengan iuran asuransi kesehatan yang meningkat atau dicabutnya status sebagai PBI.

Bukan hanya masyarakat umum yang mengalami “perih” akibat luka yang ditorehkan oleh BPJS. Faktanya RS dan tenaga kesehatan harus menanggung luka lara juga. Rumah sakit se-Indonesia terkena imbas defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan.

Guna memangkas biaya klaim, tipe rumah sakit pun diturunkan. Sebab klaim tindakan dari rumah sakit ditentukan oleh tipe RS. Penurunan stutus ini ditujukan untuk membantu menutupi defisit anggaran yang dialami BPJS.

Kisruh di beberapa rumah sakit karena beberapa RS yang turun status dipaksa harus mengembalikan kelebihan klaim. Padahal sebagian RS sudah membayarkan klaim tersebut sebagai jasa untuk dokter, perawat dan tenaga medis yang lain. Mungkin uang jasa medis itu juga sudah habis untuk biaya hidup setiap hari seperti makan dan minum, apa harus dimuntahkan?

Di sisi lain, pemerintah harus membayar mahal agar BPJS ini tetap hidup dengan menggaji besar direksi dan dewan pengawas BPJS, bahkan tahun ini akan dinaikkan beberapa tunjangan mereka.

Seperti dilansir dalam katadata.co.id, bahwa Kementerian Keuangan menaikkan besaran komponen tunjangan cuti bagi direksi dan pengawas BPJS dari sebelumnya paling banyak satu kali gaji menjadi dua kali gaji. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.02/2019 yang merupakan revisi dari PMK Nomor 34/PMK.02/2015 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.

Demikianlah, konsep BPJS yang sejak awal memang cacat dan bersumber dari pandangan ekonomi neoliberal telah nyata menimbulkan berbagai macam konflik kehidupan. Hal ini lah yang menjadi alasan mendasar mengapa BPJS terus berada dalam kondisi kritis.

Harusnya pelayanan kesehatan lahir dari “ibu” yang membawa konsep untuk melayani masyarakat, bukan untuk memeras rakyat. Konsep BPJS memang bertentangan dengan konsep Islam. Dengan kata lain, Pandangan Islam dalam jaminan kesehatan sangat bertolak belakang dengan pandangan ekonomi neoliberalisme tersebut. Dalam Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk dalam urusan kesehatan.

Pertanyaannya bagaimana cara Islam menjamin pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya? Di dalam Islam, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat adalah tanggung jawab negara yang wajib diberikan secara gratis (cuma-cuma). Dengan demikian negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Lalu mampukah negara membiayai dana kesehatan yang tidak sedikit tersebut?

Memang pengaturan sistem kesehatan tidak bisa dilepaskan dari pengaturan sistem yang lain antara lain sistem politik dan ekonomi. Dalam ekonomi Islam, ada yang dinamakan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).

Dengan demikian, sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak boleh dikuasai oleh individu ataupun pihak swasta. Maka, privatisasi yang terjadi saat ini tidak boleh dalam Islam, dan hal inilah yang menjadikan rakyat Indonesia yang sejatinya hidup di tanah yang kaya raya, seolah menjadi negara yang miskinHal tersebut dikarenakan sumber daya alam dikuasai oleh asing. Jika sumber daya alam yang ada di negeri ini bisa dikelola oleh negara dan tidak diserahkan kepada swasta, maka sungguh kita akan mejadi negeri yang kaya. Pembiayaan kesehatan yang memadai pun bukan menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan.

Wallahu a’lam bi Showab.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...