JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pemerintah baru saja memutuskan untuk memindahkan Ibu kota negara. Kebijakan ini didasarkan pada beberapa argumentasi yang sudah umum dan sering terdengar selama ini.
Beban Jakarta yang sudah terlalu berat menjadi alasan utama kebijakan ini. Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara, air bersih dan seterusnya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, kesan kegamangan dan ketidakmampuan dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan fundamental yang ada di Jakarta. Saat bersamaan justru lebih tertarik untuk mengambil jalan pintas, lari dari masalah.
"Memindahkan ibu kota tidak akan serta merta menyelesaikan masalah di tempat asal (Jakarta) atau bahkan ada potensi justru akan menciptakan masalah yang sama di tempat yang baru. Jika tidak tertib, ibu kota baru menjadi olahan pebisnis dan pemilik modal," kata Pangi di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
"Apalagi jika pemindahan tidak dipersiapkan dengan matang, baik dari segi konsep dan pengelolaannya," tambahnya.
Pangi melihat, indikasi ke arah ini sudah mulai terbaca dengan ketiadaan kajian yang komprehensif dan mendalam terkait alasan pemindahan, pemilihan lokasi, kesiapan regulasi, koordinasi antar kelembagaan, terutama pemerintah dengan DPR dan mengabaikan peran partisipatif masyarakat luas.
Argumen tentang pemerataan pembangunan juga merupakan alasan yang sangat absurd.
"Pemerataan pembangunan solusinya bukan pemindahan ibu kota.Tetapi bisa pada politik anggaran dimana pemerintah tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa saja dan memberikan otoritas dan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah," jelasnya.
"Maka Jika rencana pemindahan ibu kota ini terburu-buru dan tapa kehati-hatian (deleberatif), percayalah, kita hakul yakin problem baru akan muncul di ibukota baru," tegasnya.(plt)