Opini
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, MT [Direktur Sabang Merauke Ciecle (SMC)] pada hari Minggu, 01 Sep 2019 - 02:41:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Selamat Tahun Baru Islam, Terima Kasih Anies

tscom_news_photo_1567280481.jpg
Peserta Pawai Obor Elektrik saat memperingati Muharram Festival 2019 dari Jalan Merdeka Barat, Silang Monas sampai area Bundaran HI, Sabtu (31/8/2019) malam. (Sumber foto : Ist)

Mohammad Jumhur Hidayat memberi pesan WA padaku berisi kekaguman terhadap Anies Baswedan yang menyelenggarakan Malam 1 Muharram 1441 H, alias malam tahun baru Islam. Saya lagi ngopi di cafe Kicir-kicir Fak. Hukum UI, selesai olah raga, di antara suasana wisuda pagi tadi di UI. Langsung saya WA call Jumhur bahwa Anies bukan saja berjasa menghidupkan syiar Islam di Jakarta, bahkan Anies sebelumnya menghadiri Milad FPI, organisasi Islam dominan di Jakarta, yang saat ini terkesan disingkirkan rezim Jokowi.

Jumhur bukan lagi aktifis “Islam Semangka” (luarnya hijau dalamnya merah), tapi sudah jadi “Islam Melon”, luarnya hijau dalamnya hijau juga, dengan berbagai aktualisasi dirinya belakangan ini. Lima tahun lalu Jumhur sudah menghabiskan hartanya lebih dari 10 Milyar untuk mendukung Jokowi Presiden, namun menyesal setelah melihat berbagai kemunduran dunia Islam di tangan Jokowi.

Pagi ini Jumhur bertanya kepada saya apakah Anies benar-benar di jalan Islam? Mengingat Anies pernah dianggap “Islam liberal”?

Dari perjalanan Anies dua tahun berkuasa, saya katakan pada Jumhur, pengamatan saya keberpihakan Anies pada umat Islam semakin nyata. Artinya Anies sebagai sosok, telah tersambung dengan garis perjuangannya di UGM dan HMI MPO, yang memperjuangkan hak-hak rakyat berdasarkan Islam. Dan ini tentunya bersambung dengan perjuangan kakeknya, AR Baswedan, yang berjuang dalam garis Islam. Beda dengan saya dan Jumhur, yang di masa mahasiswa jelas-jelas berada pada garis sosialisme sekuler.

Tahun Baru Islam & Bangsa Betawi

Tahun baru Islam adalah tahun baru berdasarkan kalender Islam. Berbeda dengan penanggalan Masehi, penanggalan Islam merujuk pada perputaran bulan, sedangkan Masehi merujuk pada matahari. Pergantian tahun dalam Islam dilakukan dengan doa syukur dan permohonan kebaikan-kebaikan.

Teringat, pada tahun 2008, saya pernah melakukan peringatan Malam Tahun Baru Islam di Cibinong, Bogor. Jusuf Kalla, Wapres saat itu, dan Gubernur Aher, hadir berzikir bersama dua puluhan ribu massa. Danrem Bogor kala itu, Agus Sutomo, berusaha memperkuat keamanan, karena acara itu saya adakan di tenda-tenda dan panggung terbuka. Sebenarnya kalau bukan acara saya dia tidak mengizinkan acaranya, karena alasan resiko keamanan wakil presiden.

Visi tentang tahun baru Islam ini adalah menyatukan kembali ruang waktu mayoritas penduduk Indonesia yang 87% Islam dalam sebuah kalendernya sendiri. Sehingga rancang bangun bangsa ini disesuaikan dengan planning yang berbasis waktu bangsa sendiri, baru dihubungkan dengan waktu global. Sistem waktu global, harus mengakui adanya kedaulatan waktu dari bangsa-bangsa independen di dunia, sehingga, misalnya sistem transaksi keuangan kita, tidak merujuk hanya pada waktu di New York ataupun Inggris. Tapi harus bersifat saling menguntungkan.

Malam tahun baru Islam 1441 H saat ini di peringati di Jakarta dan Puncak, Bogor. Di Jakarta begitu meriah di bawah komando Anies, sedangkan di Puncak di bawah komando Bupati Bogor.

Keberanian Anies malam tahun baru ini mengadakan festival, menandakan hilangnya ketakutan rakyat Jakarta, yang di masa Ahok dihinggapi Islamphobia. Islamphobia di negara mayoritas Islam adalah ketololan terbesar dalam sejarah bangsa kita.

Bagimana misalnya orang-orang barat melihat orang-orang Islam takut terhadap Islam di Indonesia yang mayoritas Islam, jika ini terjadi? Betapa aibnya.

Dalam konteks rencana ibukota pindah ke luar Jakarta, maka Jakarta tentu harus dikembalikan kepada Suku Bangsa Betawi. Berbeda dengan New York di negara para imigran, tiada pemiliknya, Batavia yang berubah menjadi Jakarta adalah milik Bangsa Betawi dan Banten dahulu kala. Selama 74 tahun merdeka, Bangsa Indonesia “meminjam tanah Betawi ini untuk ibukota., sebuah kota” melting pot” semua suku bangsa. Minus beberapa tahun meminjam Jogyakarta. Setelah kita akan pindah ke Kalimantan, maka Bangsa Indonesia harus mengembalikan semua tanah-tanah ini kepada orang-orang Betawi, dalam pengertian yang lebih ringan adalah menyerahkan kepemimpinan Jakarta, pasca pindah ibukota, untuk dipimpin keturunan Betawi asli. (Hampir semua Provinsi di Indonesia pasti Gubernurnya dari suku bangsa asli).

Mudah-mudahan, simbolisasi Festival Muharram 1441 H ini dapat juga dimaknai spirit Islam akan dominan di Jakarta ke depan dan khususnya dijaga oleh masyarakat Betawi nantinya.

Terimakasih Anies

Tentu saja Anies bertanggung jawab memuaskan umat Islam yang mendukungnya menjadi Gubernur di Jakarta. Namun, umat Islam juga patut berterima kasih kepada Anies yang memimpin langsung syiar Islam di Jakarta. Sudah terasa dua tahun ini Jakarta merepresentasikan ibukota dengan 87% bangsa berpenduduk Islam. Secara sosiologi, keberadaan Islam dominan harus terjadi di Indonesia. Jika di Papua agama Kristen menuntut dominasi, maka itu juga sebuah keharusan untuk dipenuhi.

Syiar agama diperlukan saat ini untuk menyusun kekuatan Bangsa Indonesia dalam pertarungan global, yang selama 74 tahun terbukti bangsa ini hanya memproduksi segelintir kaum elit kaya raya dan menyisakan dominasi orang-oramh miskin. Struktur kemiskinan dan ketertindasan semakin buruk ke luar jawa, sebagaimana dijelaskan dalam teori centrum-pheriperal.

Islam harus menjadi sebuah agama pembebasan dan pemberontakan atas dominasi kapitalis global dan komprador-komprador lokalnya (catatan: Komprador bukan komparador. Rachmawati Sukarnoputri berkali-kali mengingatkan saya tentang kesalahan tulis ini). Orang-orang Islam harus mencatat nama-nama elit yang suka memusuhi kebangkitan Islam. Karena pertarungan dominasi ruang publik adalah masalah panjang dan berkelanjutan.

Saya dan Jumhur yang mungkin masih di duga orang orang sebagai “Islam Semangka”, hanya bisa berterima kasih buat Anies Baswedan, yang telah mengambil jalan beresiko ini. Tentu saja buat kebaikan bangsa bukan sebaliknya.

Terimakasih Bung Anies Baswedan. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pemprov-dki  #anies-baswedan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...