Berita
Oleh mandra pradipta pada hari Jumat, 06 Sep 2019 - 13:19:29 WIB
Bagikan Berita ini :

DPR Belum Setujui Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

tscom_news_photo_1567750769.jpeg
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan, pihaknya belum menyetujui usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk peserta kelas III yang notabene merupakan masyarakat miskin.

Jika iuran yang dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan ingin tetap naik, maka harus dengan syarat tertentu.

"Sementara untuk kelas I dan II kami menyerahkannya kepada pemerintah, karena menyangkut perusahaan yang harus membayar lebih besar," kata Dede di Jakarta, Jumat (6/9/2019).

"Tentu pemerintah harus menghitung dengan baik, jangan sampai nanti juga ada penolakan dari perusahan," jelasnya.

Ditambahkan Dede, ada beberapa syarat yang terlebih dahulu harus dijalankan atau diperbaiki oleh BPJS Kesehatan untuk menaikan iuran. Diantaranya perbaikan tata kelola dan manajemen pelayanan, termasuk obat-obatan, serta menuntaskan perbaikan data atau data cleansing.

Hal tersebut bertujuan untuk mengatasi defisit keuangan penyelenggaraan program jaminan kesehatan.

"Jangan-jangan selama ini salah sasaran, karena jumlah rakyat miskin saat ini 10 persen atau sekitar 26 juta orang, kalau lebih dari 26 juta orang, berarti salah sasaran," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Meski demikian, Dede juga mengapresiasi pemerintah menaikan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari 23 ribu menjadi 42 ribu. Artinya negara mendahulukan warga miskin yang tidak mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Untuk itu pihaknya meminta data cleansing dari Kementerian Sosial dan Dukcapil harus benar-benar divalidasi. Sehingga bisa dipastikan yang mendapat PBI tersebut adalah benar-benar orang yang berhak.

Sementara itu Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Angger Yuwono menegaskan jika tak ada kenaikan, maka di tahun 2024 nanti BPJS Kesehatan akan mengalami defisit Rp 77,9 triliun.

Kemudian, potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan tersebut mulai Rp 39,5 triliun (2020), Rp 50,1 triliun (2021), Rp 58,6 triliun (2022), Rp 67,3 triliun (2023) dan Rp 77,9 triliun (2024), total Rp 290-an triliun.

"Kalau kerugian tersebut dibiarkan, siapa yang akan bertanggungjawab atas defisit Rp 290 triliun itu? Evaluasi tata kelola dan format iuran jenis paket itu suatu keharusan untuk diperbaiki, Apalagi ada anomali, iuran yang dibayarkan sekian, tapi klaimnya hingga empat kali lipat. Juga BPJS Mandiri, anggotanya yang aktif membayar hanya 55 persen, selebihnya 45 persen tidak membayar. Jadi, semuanya harus diperbaiki," ungkapnya.(plt)

tag: #bpjs-kesehatan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement