JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengaku, bahwa upaya digitalisasi dan transparansi pengadaan barang dan jasa sudah kerap dilakukan. Akan tetapi, masih saja ada pihak yang mencoba "mengakali" agar bisa melakukan korupsi.
Kepala LKPP, Roni Dwi Susanto awalnya bercerita tentang sistem pengadaan digital yang sudah diterapkan. Dia menyebut slewat digitalisasi sistem pengadaan barang dan jasa, ada efisiensi Rp 154 triliun yang bisa dilakukan.
"Jadi era digital LKPP sudah transformasi, dulu manual, dimulailah muncul e-Catalog, e-Procurement, penyempurnaan sistem aplikasi berjalan terus, e-Catalog juga sistemnya selalu disempurnakan, sistem layanan juga, membuatclearing house, pelaporan tidak perlu ke LKPP, artinya kita berikan yang terbaik melalui digitalisasi yang kami yakin denganprocurementitu bisa saya sebut tadi efisiensi Rp 154 T," kata Roni dalam diskusi "Transformasi Pengadaan Pemerintah di Era Digital" di hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Dia mengatakan, lewat sistem digital, pengadaan barang dan jasa makin terbuka dan akuntabel. Namun dia mengatakan masih saja ada orang tidak berintegritas yang menjebol sistem demi bisa melakukan korupsi.
"Semakin transparan dengan prinsip pengadaan yang efisien, efektif, terbuka bersaing, adil, akuntabel, kita bisa buktikan, walau masih terjadi tindak pidana korupsi, tapi sistemnya yang tetap dijebol orang tidak berintegritas," ungkapnya.
Roni menyebut, ada pihak yang sengaja membuat celah agar korupsi masih bisa dilakukan. Menurutnya, korupsi dalam era sistem pengadaan digital tak pernah terjadi sendiri.
"Kadang yang melanggar itu yang membuat celah untuk terjadi pidana korupsi, ada ruang ada celah, ada teman-teman yang dompleng dan terjadi biasanya di sana. Tidak pernah ditemukan korupsi itu sendirian, selalu ada perselingkuhan, dengan menteri, pelaksanaan kegiatan, satker, PPK juga demikian," ucapnya.
"e-Procurement operationdanmarket practice, pengadaan secara elektronik ini masih bisa ditembus oleh koruptor, karena buatan manusia maka tidak sempurna dan ada kelemahannya," sambung Roni seperti dikutip detikcom.
Senada dengan Roni, Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK,Sari Anggraini mengatakan, ada pergeseran modus korupsi seiring makin transparannya pengadaan barang dan jasa.
Dia menyebut terbitnya Perpres 54 Tahun 2010 juga membatasi korupsi di proses pelaksanaan administrasi pengadaan barang dan jasa.
"Bergeser, pola korupsi ke bagian hulu, tadinya bagian pelaksanaan, sekarang di proses perencanaan anggaran, karena proses ini salah satu proses belanja terkait penganggaran, pada saat proses penetapan dan pembahasan di situ mulai kongkalikongnya dan negosiasi karena itu banyak melibatkan legislatif, karena Perpres 54 sangat detail mengatur sehingga nggak bisa main di sana (pelaksanaan) lagi," sebut Sari. (Alf)