JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Virus Corona yang mewabah di seantero Cina, dan menyebar ke sejumlah negara di dunia telah menimbulkan pertanyaan: Apakah ini merupakan teori konspirasi?
Pertanyaan itu muncul karena berita yang beredar di internet menyebutkan bahwa salah seorang peneliti yang merupakan mahasiswa pascasarjana yang bekerja di Institut Virologi Wuhan, lembaga riset milik pemerintah Cina, sama sekali belum terinfeksi virus Corona (CoVID-2019).
Menurut gosip, mahasiswa itu masuk ke institut itu pada akhir Desember 2019. Padahal peneliti lain sudah banyak yang terkena dan meninggal dunia, setelah isu tersebut “bocor”.
Isu miring yang tersebar di dunia maya dinilai institut itu menyesatkan. “Rumor internet mendapat perhatian penuh dari semua lapisan masyarakat menyebabkan kerusakan besar bagi staf peneliti kami di garis depan penelitian ilmiah,” kata lembaga tersebut seperti dilansir reuters.com (20/2).
Lembaga tersebut menyatakan para penelitinya telah berupaya melacak sumber virus dan meningkatkan deteksinya, namun tuduhan konspirasi itu dianggap telah mengganggu upaya mereka.
Para ilmuwan dari seluruh dunia menyimpulkan bahwa coronavirus ini berasal dari satwa liar. Pasar makanan laut di Wuhan memmang menjual beberapa produk hewan luar yang menggiurkan, dari mulai kalelawar hingga trenggiling.
Pemerintah Beijing pun menindak keras "desas-desus". Bahkan mereka menangkap Li Wenliang, seorang dokter yang pertama kali mengungkapkan adanya penyakit mirip severe acute respiratory syndrom (SARS) di Wuhan pada akhir tahun lalu. Li kemudian meninggal dunia.
Teori konspirasi tidak hanya ada para wabah CoVID yang lebih ganas . Dugaan teori konspirasi juga muncul ketika terjadi wabah SARS, middle east respiratory syndrome (MERS), flu burung, flu babi, dan sebagainya.
"Jika ada laboratorium penyakit menular di kota tempat wabah dimulai, biasanya disalahkan,” kata Adam Kamradt-Scott, seorang pakar penyakit menular di Universitas Sydney, Australia.
“Selain tantangan epidemiologis, kita sekarang juga menghadapi epidemi informasi yang salah secara simultan," imbuh Kamradt-Scott.
Sebuah tim yang terdiri dari 27 ilmuwan juga mengeluarkan pernyataan yang dipublikasikan dalam Jurnal Lancet. Mereka mengutuk tudingan teori konspirasi. “(Mereka) tidak melakukan apa pun selain menciptakan rasa takut, rumor dan prasangka yang membahayakan kolaborasi global kita dalam memerangi virus ini," bunyi pernyataan mereka.