JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Demokrat Bambang Purwanto mengaku keberatan atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR yang meminta menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dalam 100 hari kerja.
Pasalnya, RUU tersebut menyatukan berbagai pasal dalam UU yang jumlahnya tidak main-main. Yakni 79 UU yang terdiri dari 1.244 Pasal. Sejumlah beleid itu akan direvisi untuk memangkas aturan yang selama ini menghambat masuknya investasi ke Tanah Air.
"Yang jelas kami kritisi pasal per pasal karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak, dan tidak harus 100 hari selesai, mending kami tidak tanda tangan. Memang kita ini robot apa. Sekian ribu pasal, halamannya 2000 sekian. Memangnya kita robot," tegas Bambang Purwanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Menurutnya, UU dibuat untuk mengatasi masalah dalam tata kelola pemerintahan. "Apa persoalan yang muncul misalnya tenaga kerja banyak tidak kerja, sehingga membuka perizinan agar investor masuk. Tapi perlu di ingat, apakah investor asing akan memakai tenaga kerja kita. Ini persoalan," jelas dia.
Berbalik dengan Bambang, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad justru pernah mengatakan DPR optimis bisa menyelesaikan pembahasan dua RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Fasilitas Perpajakan dalam waktu 100 hari. Menurut Dasco, sepanjang pemerintah dan DPR aktif membahasnya, maka Omnibus Law dapat rampung sesuai target.
"Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung Omnibus Law) bukan hal mustahil," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Namun, Bambang mengkhawatirkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang draf dan naskah akademiknya sudah diserahkan pemerintah kepada DPR pekan lalu ini dapat menimbulkan masalah baru. Masalah seperti Upah Minimum Regional (UMR) dihapus, sistem oursoursing masih diberlakukan dan upah kerja dibayar berdasarkan jam kerja adalah sederet masalah yang menurutnya tak boleh dinafikan.
Anggota komisi IV DPR RI ini menilai ketentuan tersebut sangat rentan di permainkan oleh perusahaan. "Sebenarnya dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah bagus. Di situ tenaga kerja sebagai mitra yang dilindungi. Bukan budak," ujarnya.
Legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah ini juga tidak setuju dengan alasan Presiden Jokowi mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk memperbaiki perekonomian nasional yang sedang menurun. "Zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perekonomian tidak masalah, ekonomi tumbuh baik. Zaman sekarang ekonomi tidak baik UU nya dirubah. Ini kan tanda tanya besar," katanya.
Presiden Jokowi, menurut dia, juga harus memikirkan nasib masyarakat dibawah akibat pemerintahannya yang terlalu fokus pada bidang ekonomi. Sementara bidang yang lainnya diabaikan. Padahal stabilitas nasional di bidang sosial, politik, hukum, keamanan, juga perlu dipikirkan secara serius.
"Nasib masyarakat dibawah ini dipikirkan. Sekaranc semua subsidi dihapuskan. Mati masyarakat," pungkasnya. (Bng)