JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama triwulan pertama tahun ini masih lebih baik dibandingkan negara besar lainnya dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 4,5-4,7 persen. Meski pertumbuhan ekonomi RI masih dinilai lebih baik dari negara lain, namun tanda-tanda tekanan sudah terlihat.
Pada Maret pekan kedua denyut ekonomi masih baik. "Tapi pekan kedua Maret, terjadi perubahan dan terlihat dari penerimaan pajak yang drop," tuturnya.
"Jadi, seperti kita lihat, pandemi covid-19 ini shock besar di kesehatan dengan ancaman kematian dan belum ditemukan vaksin dan obatnya. Dan ancaman keselamatan jiwa dan berdampak ke sisi sosial ekonomi dan keuangan," paparnya.
"Dampak ekonomi berpengaruh luar biasa dan grassroot juga. Kematian kegiatan ekonomi karena tidak ada kegiatan di luar rumah, " katanya.
Lihat saja, industri manufaktur Indonesia merosot tajam akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PBB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyebut indeks industri manufaktur Indonesia diukur dari purchasing managers index (PMI), merosot ke posisi terendah sejak 2011, yakni 27,5 per April 2020.
Angka itu turun berbanding indeks Maret 2020 yang mencapai 45,3, imbas pandemi COVID-19. “Ini paling dalam dibandingkan negara ASEAN,” katanya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI secara virtual di Jakarta, Senin (4/5/2020).
Kemerosotan PMI tersebut menjadi indikator bahwa ekonomi Indonesia mendapat tekanan berat. Indeks penjualan riil juga merosot mencapai minus 5,4 persen.
Selama periode Januari-Maret 2020, realisasi nominal investasi langsung mencapai Rp 210 triliun atau hanya 23,7 persen dari target.
Penanaman modal asing menurun 9,2 persen mencapai Rp 98 triliun. Tapi penanaman modal dalam negeri masih tumbuh 29,2 persen mencapai Rp 112,7 triliun.
Kinerja ekspor pada triwulan pertama tahun ini tumbuh 2,9 persen didukung sektor pertanian dan manufaktur, sedangkan ekspor tambang dan migas turun karena disebabkan faktor harga.
Adapun kinerja impor tiga bulan pertama tahun ini minus 3,7 persen yang disebabkan penurunan impor bahan baku dan barang modal.