JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 melorot 3 poin menjadi 37, dari sebelumnya 40 pada 2019 dan berada di posisi 102 dari 180 negara yang disurvei.
Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana berpendapat bahwa anjloknya 3 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kali ini menjadi keprihatinan semua.
Hal tersebut menurut Eva harus menjadi Evaluasi untuk pemerintah agar mengutamakan pemberantasan korupsi.
“Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang anjlok 3 poin mesti menjadi keprihatinan kita semua. Hal itu harus menjadi evaluasi mendasar untuk setiap lembaga pemerintahan yang ada dan utamanya dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fakta dan data ini mesti kita jadikan cambuk bersama untuk lebih kerja keras memerangi korupsi di tanah air,” tandas Politikus NasDem itu saat diwawancarai wartawan TeropongSenayan.Com, Sabtu (30/1/2021).
Eva juga mengharapkan kenaikan IPK ini bisa menjadi motivasi pemerintah untuk memberantas korupsi, tidak hanya level penindakan tapi juga dalam level pencegahan.
Permasalahan korupsi seyogyanya menjadi prioritas semua lembaga. Tidak hanya lembaga KPK, Polri dan Kejaksaan. Tapi semua stakholder harus saling bahu membahu.
Undang-Undang dalam tindak pidana koruptor juga sudah ada, namun hal itu tidak membuat takut atau jera bagi para koruptor. Hukum yang sudah ada mengenai tindak pidana korupsi, namun penerapannya kurang diterapkan.
“Kalau secara hukum, saya rasa sudah cukup ideal, namun memang penerapannya yang perlu ditingkatkan. Hukum kita sudah mengatur tentang pencabutan hak politik, perampasan aset koruptor. Sistem dan perangkat yang ada sejauh ini sudah sangat bagus sebagai acuan pencegahan dan pemberantasan. Maka, yang perlu dibenahi memang tingkat upaya dan penerapan di lapangan itu sendiri,” ungkap Eva.
Eva mengatakan bahwa seharusnya lembaga pemerintahan yang lain mematuhi strategi pencegahan korupsi yang dibuat Presiden Jokowi.
“Mematuhi rencana strategis pencegahan korupsi yang telah ditekan oleh Presiden Jokowi. Kalau kita lihat renstra tersebut sudah bagus, namun memang ego sektoral antara kementerian atau lembaga masih menjadi penghambat utama berjalannya renstra ini. Hal ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah) yang relatif besar untuk kita semua,” tandasnya.