Oleh Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat pada hari Minggu, 25 Apr 2021 - 13:40:34 WIB
Bagikan Berita ini :

Apa yang Akan Jokowi Lakukan Hadapi Kasus Azis Syamsuddin?

tscom_news_photo_1619332834.jpg
Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat (Sumber foto : Ist)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan segera memeriksa Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Azis Syamsuddin, terkait kasus yang melibatkan Walikota Tanjungbalai M Syahrial dan penyidik KPK dari kepolisian AKP Stepanus Robin Pattuju.

Ketua KPK Firli Bahuri, menyatakan akan segera periksa legislator dari Dapil Provinsi Lampung ini. Dalam perkara ini, Azis diduga menjadi pihak yang mengenalkan Syahrial yang juga Kader Golkar dengan Stepanus.

Azis Syamsuddin boleh jadi akan memanfaatkan hak imunitas sebagai anggota Dewan, berdasarkan ketentuan pasal 245 UU MD3 (Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD). Dalam ketentuan pasal 245 ditegaskan :

"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR terkait tindak pidana yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas yang dimaksud dalam Pasal 224 "harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan"."

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018, ketentuan pasal 245 telah diberikan tafsir agar sejalan dengan konstitusi, dengan menyatakan :

"Frasa "Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden" dalam Pasal 245 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam konteks semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana;"

"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada "anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden"."

Mahkamah Konstitusi hanya "menganulir kewenangan Mahkamah Kehormatan DPR" dalam soal pemanggilan anggota DPR yang tersangkut kasus pidana. Namun, "Mahkamah tetap mewajibkan pemanggilan anggota DPR yang tersangkut kasus hukum wajib berdasarkan izin tertulis dari Presiden".

Dalam hal ini, setidaknya ada dua kemungkinan yang akan terjadi dalam kasus Azis Syamsuddin, yaitu:

Pertama, Azis Syamsuddin segera memanfaatkan jaringan baik kolega maupun partai, agar Presiden tidak mengeluarkan izin tertulis kepada KPK untuk memanggil dan memeriksa dirinya. Tanpa adanya izin tertulis dari Presiden, Azis Syamsuddin dapat mengabaikan panggilan KPK berdalih kekuatan hak imunitas anggota dewan berdasarkan ketentuan pasal 245 UU MD3.

Azis bisa memanfaatkan kedekatan, kepentingan, bahkan membarter posisi dirinya dengan sejumlah kuncian politik yang dimiliki. Kompensasi yang harus didapatkan oleh Azis Syamsuddin adalah Presiden tidak mengeluarkan izin kepada KPK untuk memeriksa dirinya.

Azis bisa menawarkan posisi bargaining untuk mendukung Presiden, atau menutup sejumlah informasi yang diketahuinya dapat menjatuhkan posisi presiden, atau memberikan sejumlah komitmen kepada Presiden. Termasuk, dirinya juga akan menarik pihak yang terkait, baik dari partainya atau dari partai lainnya, baik dalam kasus ini atau sejumlah kasus lainnya, jika izin Presiden tetap dikeluarkan.

Kedua, Presiden akan "Memangsa Azis Syamsuddin" dengan segera menerbitkan Izin bagi KPK untuk memeriksa politisi Golkar ini, dan akan mengeksploitasi Surat Izin yang diberikan kepada KPK, sebagai bentuk komitmen Presiden dalam isu pemberantasan korupsi. Membangun citra Presiden pro pemberantasan korupsi sangat penting, ditengah rakyat tidak percaya lagi pasca perubahan UU KPK dan terakhir diterbitkannya SP3 bagi Sjamsul Nursalim.

Tentu saja, untuk mengorbankan Azis Syamsuddin jauh lebih mudah dan murah. Karena sebelumnya, Setya Novanto saja ringan dikorbankan setelah tak lagi dibutuhkan perannya.

Dua kemungkinan ini, adalah kemungkinan pilihan politik yang akan terjadi. Namun, nampaknya kemungkinan yang kedua yang akan diambil Presiden, mengingat Presiden juga perlu memberikan kredit poin kepada KPK setelah KPK juga dimaki publik sehubungan diterbitkannya SP3 bagi Sjamsul Nursalim, koruptor BLBI.

Hanya saja, jika Azis Syamsuddin dapat memainkan posisinya dan bermanuver untuk kepentingannya, dengan memanfaatkan sejumlah kuncian politik, boleh jadi terjadi win win solution. Yakni, Azis Syamsuddin tetap diperiksa baik dengan atau tanpa izin Presiden, hanya Azis Syamsuddin akan mendapat garansi statusnya hanya berhenti sebagai saksi.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...