JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Sudirman Said menyoroti polemik soal tes wawasan kebangsaan yang dilakukan terhadap para pegawai KPK. Diketahui ada 75 orang yang tidak lolos tes tersebut, padahal merupakan salah satu syarat alih status menjadi ASN.
Sudirman Said mengatakan, merujuk pada pernyataan Wadah Pegawai KPK yang menduga tes ini merupakan cara memfilter pegawai-pegawai yang berintegritas, ada kesan bahwa pegawai yang tengah menangani kasus strategis menjadi targetnya. Ia berharap, kasus-kasus besar di KPK tidak terlantar.
"Semoga kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi seperti menteri, pimpinan DPR, dan Gubernur tidak terlantar. Yang celaka kalau pengebirian ini didorong oleh pihak luar yang terancam," kata Sudirman kepada wartawan, Kamis (6/5).
Sudirman mengatakan jangan sampai ada anggapan bahwa tes wawasan kebangsaan itu untuk menyingkirkan orang-orang idealis di KPK. Sebab, kata dia, dari dulu modal bangsa Indonesia merdeka adalah idealisme.
"Para pendiri negara berjuang moda utamanya adalah idealisme. Yang menindas kaum idealis adalah penjajah. Kenapa sekarang seperti ada kecenderungan menindas kelompok idealis? Ada yang salah dengan pengelolaan negara ini," sambungnya.
Sudirman juga menyoroti soal-soal yang muncul dalam tes wawasan kebangsaan. Sebab, soal seperti doa qunut hingga agama disebut ada dalam tes tersebut. Ia menyebut, jangan sampai tes itu mengarah pada pelanggaran HAM.
"Bila benar soal soal amalan beragama menjadi materi tes wawasan kebangsaan, jangan sampai mengarah pada pelanggaran HAM. Semua warga negara bebas mengamalkan agama sesuai dengan tata cara yang diatur agama masing-masing. Ini dijamin konstitusi," ucapnya. "Semoga spekulasi yang mengarah pada penyingkiran orang-orang idealis di KPK tidak terbukti," ujarnya.
Ia pun menilai, akar masalah di KPK adalah revisi undang-undang. Ia berharap MK bisa mengembalikan KPK seperti sedia kala sebelum revisi UU dilakukan.
Namun demikian, gugatan sejumlah pihak terkait UU KPK di MK mental. Dari sisi formil, gugatannya ditolak seluruhnya oleh MK. Sementara dari sisi materiil, gugatannya dikabulkan hanya sebagian saja.
"Yang ditunggu publik adalah MK mengembalikan KPK seperti sebelum revisi. Publik kecewa dan kehilangan kepercayaan pada Mahkamah Konstitusi karena dalil-dalil uang kuat dari sisi due proses perumusan UU dan ketidakselarasan dengan Konstitusi ternyata tetap ditolak MK. Hal-hal yang dikabulkan MK soal remeh-temeh yang tidak prinsipil," katanya.
Seharusnya Tak Berdampak
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Johan Budi angkat bicara terkait polemik 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terancam dipecat karena tidak memenuhi syarat sebagai aparatur sipil negara (ASN) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Menurut Johan, TWK tersebut adalah tes alih status sebagai pelaksanaan Undang-Undang (UU) KPK Nomor 19 tahun 2019 di mana pegawai KPK adalah ASN.
Oleh karena itu, menurut dia, tes itu semestinya tidak akan berdampak pada pemberhentian pegawai KPK jika tidak memenuhi syarat.
Ia menjelaskan bahwa tes alih status tersebut merupakan akibat dari konsekuensi logis dari adanya perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Jadi tidak terkait dengan pemberhentian pegawai KPK. Dia hanya mengubah status saja bahwa pegawai KPK sekarang itu berdasarkan UU yang baru itu adalah ASN," tuturnya.
Oleh karena itu, ia berpandangan akan tidak adil apabila nantinya diputuskan pemberhentian terhadap 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN.