Oleh Politikus PKS Suryadi Jaya Purnama pada hari Selasa, 11 Apr 2023 - 21:02:32 WIB
Bagikan Berita ini :

Bunga Pinjaman Jumbo Karena Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak: Harus Ada yang Bertanggung Jawab!

tscom_news_photo_1681221752.jpg
Suryadi Jaya Purnama (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Jadwal operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali molor, setelah mengalami beberapa kali pengunduran. Kali ini diperkirakan kereta cepat akan mulai dioperasikan tanggal 18 Agustus 2023 sebagai hadiah kemerdekaan RI ke-78.

Kami sendiri tidak heran akan kemunduran jadwal ini karena sejak awal sudah memperkirakan jadwal operasional sebelumnya yaitu pada bulan Juni 2023 sangat tidak realistis. Dimana dengan masa uji coba yang terlalu pendek dikhawatirkan dapat berakibat pada keamanan operasional kereta cepat.

Selain itu, Pemerintah juga membawa kabar kurang sedap dimana cost overrun akhirnya disepakati sebesar USD 1,2 miliar dengan bunga pinjaman yang sangat jumbo yaitu 3,4%. Kita kecewa terhadap Pemerintah yang gagal menegosiasi bunga pinjaman ini.

Bunga pinjaman dari Cina ini terlalu besar, apalagi jika dibandingkan dengan bunga pinjaman dari Jepang yang dulu ditawarkan hanya sebesar 0,1% padahal dengan biaya proyek yang lebih murah. Sehingga otomatis negara menjadi dirugikan karena kerjasama proyek kereta cepat dengan kontraktor Cina tersebut pada akhirnya jadi lebih mahal daripada penawaran Jepang.

Kami memandang kerugian ini terjadi karena sejak awal Pemerintah lalai dan tidak teliti dalam melaksanakan proyek kereta cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari fakta bahwa ternyata pembengkakan biaya proyek paling besar terjadi pada pekerjaan tanah dasar (subgrade) dan terowongan (tunnel) sepanjang 4,6 kilometer (km) yang mengalami tantangan konstruksi, dimana hal ini tentu tidak perlu terjadi apabila sudah dilakukan survey dengan baik sebelumnya.

Selain itu, Cina juga tidak menghitung biaya investasi persinyalan GSM-R 900 megahertz (mhz) serta sejumlah biaya proyek lainnya yang ternyata belum masuk ke perhitungan awal nilai proyek sekitar US$6 miliar yang meliputi penyediaan listrik oleh PLN, integrasi dengan Stasiun Halim LRT Jabodebek, relokasi dari Stasiun Walini ke Padalarang, pengadaan lahan, hingga eskalasi terkait dengan inflasi dan kenaikan UMR (upah minimum regional).

Jika Pemerintah teliti membaca proposal dari Cina tersebut, seharusnya biaya-biaya yang belum masuk dalam perhitungan ini sudah diketahui sejak awal. Belum lagi dengan adanya potensi kerugian kereta cepat akibat perbedaan studi kelayakan pada tahun 2017, dimana jumlah penumpang awalnya diperkirakan mencapai 61 ribu orang per hari. Sementara itu, pada tahun 2021, asumsinya berubah menjadi hanya 29-30 ribu penumpang.

Selain itu potensi kerugian lain juga dapat terjadi apabila Pemerintah menyetujui permintaan penambahan konsesi selama 30 tahun, dari awalnya 50 tahun menjadi 80 tahun. Dengan konsesi selama itu, Pemerintah hanya dapat menikmati pendapatan dari pajak penghasilan dan pertambahan nilai. Padahal semestinya pemerintah bisa mengantongi dividen atau saham aktif jika masa konsesi tidak diperpanjang. Semua faktor ini menambah deretan permasalahan perencanaan dalam proyek kereta cepat.

Oleh sebab itu, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian ini. Sebab akibat dari kelalaian dan ketidaktelitian ini maka konsorsium BUMN (badan usaha milik negara) yang menjadi pemilik proyek kereta cepat ini harus menanggung utang dengan bunga yang tinggi.

Kami khawatir harus ada lagi suntikan dana PMN (penyertaan modal negara) yang diambil dari APBN untuk konsorsium BUMN. Apalagi saat ini masalah penjaminan proyek masih menjadi bahan negosiasi dengan Cina. Jika Pemerintah kalah lagi dalam negosiasi terkait penjaminan ini, maka rakyat lagi yang akan dirugikan.

Kami mengingatkan bahwa pernah ada kasus proyek Hambalang yang anggarannya membengkak dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun yang akhirnya menyeret seorang mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ke penjara.

Hal ini karena dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri dengan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pembengkakan anggaran proyek KCJB ini pasti ada yang bertanggung jawab menanggung kesalahannya, dan jika ditemukan adanya unsur penyalahgunaan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, maka ia harus juga bertanggungjawab.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pks  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...