Opini
Oleh Haris Rusly (Aktivis Petisi 28) pada hari Selasa, 20 Okt 2015 - 16:51:40 WIB
Bagikan Berita ini :

Satu Tahun Pemerintahan Joko-Kalla, Bagaikan Musafir Berkelana Tanpa Arah dan Tujuan

20IMG-20151012-WA0011.jpg
Haris Rusly, Aktivis Petisi 28 (Sumber foto : Istimewa)

"...tiada tujuan yang kau harap, mata angin tak kau hiraukan, ke barat kau melangkah, ke timur juga kau tuju, ke utara kau pergi, ke selatan pun engkau berlari, musafir berkelana (blusukan) sepanjang waktu, musafir apa arti hidupmu, musafir apa yang kau cari..." (Lagu Musafir, Panbers)

Demikianlah kira-kira gambaran nyata tentang kenyataan kepemimpinan Presiden Joko selama satu tahun memimpin Indonesia, bagaikan lirik lagu Musafir yang dinyanyikan group band Pambers.

Sebuah pemerintahan yang dibentuk tanpan landasan filosofi yang kokoh, tanpa kompas (penunjuk arah), tanpa konsep dan strategi, berkelana atau "blusukan" sepanjang waktu, sambil membawa kamera mengabdikan pemandangan yang indah dan etnik, seperti pemandangan gambut dan hutana yang terbakar, asap pekat yang menebar racun, kemiskinan yang meningkat, kolaps industri nasional yang disertai PHK, perampokan asset dan keuangan negara yang makin merajalela, dll.

Model "musafir politik" yang dipraktekan oleh Presiden Joko dapat dilihat dari: Pertama, disatu sisi di dalam visinya yang tertuang dalam Nawacita, Presiden Joko menghendaki terciptanya pemerintahan yang bersih dengan memperkuat KPK dan institusi penegak hukum lain, seperti Polri dan Kejaksaan.

Namun, pada prakteknya, Presiden Joko justru melemahkan KPK dengan membiarkan kriminalisasi terhadap para komisioner KPK, membuat dan mengedarkan Kepres kepada para institusi penegak hukum agar Kebijakan Pemerintah Tidak Boleh Dipidana, dll.

Di satu sisi, Presiden Joko menancapkan visi pembangunan pemerintahan yang bersih, namun misi atau prakteknya justru melakukan pelemahan terhadap institusi anti korupsi (KPK).

Bahkan, yang mengherankan, berkembang pandangan yang sangat "ngawur" di dalam Kabinet Kerja Joko-Kalla, bahwa pemberantasan korupsi telah menciptakan kegaduhan politik yang menghambat masuknya investasi asing.

Aneh, bukannya selama ini investor asing enggang menanam modal di Indonesia karena tingginya kejahatan korupsi, juga tingginya uang siluman (melebihi biaya untuk upah buruh) yang menyebabkan ongkos produksi yang tinggi.

(Besambung....)

TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #haris  #negara  #trauma  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...