Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Senin, 23 Mei 2016 - 06:55:19 WIB
Bagikan Berita ini :

Tax Amnesty dan APBNP 2016

90d0d202525e3a7f8d28cb99ecbe03e558cbfe7d6e.jpg
Kolom Obrolan Pagi Bareng Ariady Achmad (Sumber foto : Ilustrasi)

Tidak seperti diduga, saat hadir dalam rapat paripurna DPR RI, Jumat (20/5/2016), Menteri Keuangan yang mewakili pemerintah bukan menyampaikan APBN-P 2016. Namun memaparkan Pengantar Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2017.

Pemerintah beralasan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) adalah bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN tahun 2017. Sesuai amanat UU Keuangan Negara dan UUMD3, KEM dan PPKF paling lambat disampaikan tanggal 20 Mei tahun anggaran sebelumnya.

Jika itu sebagai bentuk kepatuhan kepada UU yang berlaku jelas tidak salah. Sebab, baik eksekutif maupun legislatif dasar atau landasan berpijaknya adalah UU. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa APBN-P 2016 belum diajukan pemerintah ke DPR meski sudah memasuki bulan Mei?

APBN-P 2016 tak bisa dikatakan tidak penting. Setidaknya, realisasi Triwulan I APBN 2016, bisa dikatakan kedodoran. Penerimaan negara sebesar Rp 247,6 triliun (terdiri Rp 204,7 triliun penerimaan pajak dan Rp 42,8 triliun PNBP) atau 13,6 persen target APBN 2016. Dibanding realisasi 2015, angka tersebut lebih rendah.

Realisasi belanja pemerintah juga masih seret. Hingga Triwulan I baru mencapai Rp 390,9 triliun atau 18,7 persen dari pagi APBN 2016. Berbagai pemerintah daerah maupun Kementerian dan Lembaga masih dibayang-bayangi kekhawatiran dan ketakutan membelanjakan anggarannya.

Namun bayang-bayang membengkaknya defisit akibat kekhawatiran akan rendahnya penerimaan pajak tampaknya cukup menghantui pemerintah. Apakah hal ini yang membuat pemerintah masih gamang untuk mengajukan APBN-P 2016 karena berharap RUU Tax Amnesty segera diselesaikan parlemen?

Maklum dari volume APBN 2016 sebesar Rp 2.095,7 triliun, khabarnya harus mengalami pemangkasan sekitar Rp 290 triliun. Alasannya, target penerimaan negara dari sektor perpajakan sebesar Rp 1.546,7 triliun akan sulit dicapai. Realisasi selama Triwulan I 2016 tersebut menjadi ukuran yang sulit dibantah.

Namun, menunda APBN-P 2016 hanya berharap pada penyelesaian RUU Tax Amnesty rasanya terlalu berjudi. Sebab, meski telah ditetapkanpun, dana yang bisa ditarik ke tanah air penerapan Tax Amnesty masih abu-abu. Potensi melesetnya juga masih sangat besar.

Padahal, penolakan atau resistensi terhadap RUU Tax Amnesty masih tergolong besar. Baik di dalam parlemen maupun oleh masyarakat luas. Ini tidak lepas dari kabut yang membuat tujuan Tax Amnesty tidak transparan. RUU Tax Amnesty masih dinilai sarat dengan agenda hitam dan menabrak aturan.

Kita mengingatkan agar pemerintah tidak menyandera diri sendiri. Menunda mengajukan APBN-P 2016 akan membuat pemerintah terjerat dalam permainannya sendiri. Sebab membarter mengajukan APBN-P 2016 dengan UU Tax Amnesty berpotensi terpeleset dalam harapan kosong.

Mengapa harus takut menghadapi realita penerimaan pajak dibawah target?(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...