Opini
Oleh Ariady Achmad pada hari Selasa, 24 Mei 2016 - 14:00:13 WIB
Bagikan Berita ini :

Darurat Integritas Hakim

165f699cb554e99fdde8c39fa2ed0d93431b3e7ea6.jpg
Kolom Santai Siang Bersama Laode Ida (Sumber foto : Istimewa)

Situasi ini sudah sangat gawat. Lembaga pengadilan sudah tak bisa diharapkan lagi untuk menegakkan hukum demi keadilan. Para oknum sudah kian membuktikan diri mentransaksikan kasus-kasus yang ditangani.

Tertangkap tangannya Kepala PN Kapahiang (Bengkulu) oleh KPK (Senin, 24/5/16), kian memperpanjang barisan oknum hakim dan penegak hukum yang krisis integritas, korup, tamak.

Perilaku jahat seperti itu, bagi saya, tak bisa lagi dianggap kasuistik atau oknum saja, melainkan sudah jadi bagian dari kultur pamrih bagi insan yang tergabung dalam korps penegak keadilan di negeri ini. Betapa tidak. Para hakim yang sudah tertangkap tangan oleh KPK saja sadah banyak, di mana semua itu bisa dianggap sebagai butiran-butiran gunung es yang menutup permukaan saja, sementara di dalamnya sangat dahsyat.

Begitu juga dengan terindikasinya Sekjen MA, Nurhadi, dalam kasus suap dengan harta yang melimpah, atau tertangkap tangannya Andri Setiawan (Kasudit Pranata Perdata di MA), sudah tak bisa diragukan lagi kalau bagian kepala lembaga peradilan itu sudah berbau busuk. Bagaikan ikan, kalau bagian kepalanya sudah busuk, maka otomatis seluruh badannya juga pasti rusak. Itulah bagian dari potret lembaga pengadilan kita: sudah berbau busuk.

Kondisinya kian parah ketika mitranya, jajaran Kejaksaan dan Kepolisian, juga memiliki kultur yang sama, yakni transaksional. Karena, jika jujur diakui, banyak kasus kejahatan korupsi dan sejenisnya, mengendap di lembaga-lembaga itu, dengan alasan pembenaran yang dibuat-buat di tengah penangannya yang tertutup. Istilahnya, kasus-kasus kejahatan itu diproyekkan atau ditransaksikan. Maka tak heran jika KPK juga yang akhirnya turun tangkap para koruptor di daerah termasuk para penegak hukumnya. Padahal kasus-kasus kejahatan itu ada di depan mata mereka. Barangkali saja mereka diamkan lantaran sudah kebagian dari "proyek kejahatan" itu.

Andai saja KPK tak ada atau tak aktif hingga ke daerah-daerah, maka negeri ini sudah kian sah disebut sebagai negara kleptokrasi.

Kondisi seperti seharunya menjadikan Presiden Jokowi segera mengambil langkah, mewujudkan gerakan revolusi untuk membabat habis para pejabat penegak hukum yang memproyekkan kejahatan korupsi itu.

Tidak cukup hanya kampanye revolusi mental di tengah masih terus dibiarkannya para oknum pejabat korup.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...