Opini
Oleh Setya Novanto (Ketua Umum DPP Partai Golkar) pada hari Selasa, 26 Jul 2016 - 16:42:18 WIB
Bagikan Berita ini :

Pendanaan Partai Politik

2116f31b29f79504aea7bbc7757249ae1a0ea9e85a.jpg
Setya Novanto (Ketua Umum DPP Partai Golkar) (Sumber foto : Eko S Hilman/TeropongSenayan)

Penguatan Demokrasi via Parlemen

Pemerintah semakin hari kian kesulitan dalam menghadapi berbagai keluhan yang terjadi di masyarakat. Keadaaan ini dipicu oleh pemahaman masyarakat betapa segala sesuatu terkait dengan kebijakan pemerintah. Masyarakat langsung saja mengarahkan kritikan kepada pemerintah, termasuk dengan mendatangi parlemen. Sayangnya, ketika partai politik berbicara, terdapat juga tuduhan betapa segala sesuatu telah dipolitisasi.

Padahal tugas partai politik memang menyampaikan segala sesuatu yang terjadi di masyarakat. Tugas ini merupakan bagian dari fungsi kepartaian. Partai mengambil perbedaan pendapat di masyarakat, laku dikompilasikan dan disesuaikan dengan platform masing-masing partai politik. Setelah itu, berbagai perbedaan itu kemudian dijadikan sebagai program dan kebijakan masing-masing partai politik. Program dan kebijakan itu diperjuangkan lewat kader-kader partai politik yang berada di parlemen ataupun di luar parlemen.

Parlemen belum memiliki pemberdayaan yang cukup, seolah hanya dianggap sebagai perpanjangan tangan dari partai politik ataupun segelintir pengurus. Keadaan ini terjadi akibat Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem presidensial ini menyebabkan lembaga eksekutif-bahkan lembaga kepresidenan-tidak sekuat sebelum era amandemen. Lembaga parlemen mulai diperkuat dengan kewenangan yang tidak hanya sekedar 'tukang stempel' melainkan ikut dalam proses yang menentukan.

Selama ini anggota parlemen mendapatkan tugas tambahan untuk memilih komisioner-komisioner Komisi Pemberantasan Kosupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hanya saja, proses pemilihan itu dilakukan pada tahap terakhir, akibat Panitia Seleksinya berasal dari pemerintah. Partai politik baru terlibat setelah melewati proses resmi dari pemerintah.

Padahal, jika dilihat jaringan partai politik yang luas di setiap daerah, sedari awal partai politik bisa melibatkan diri, termasuk dalam sosialisasi. Diluar itu, par profesional di partai juga sedari awal sudah bisa melakukan proses penelusuran sedari awal, bukan tiba-tiba saja menentukan skor di DPR RI dalam waktu yang terbatas.

Pun dari sisi turunan kebijakan, baik dalam kaitannya dengan produk legislasi, anggaran pembangunan hingga pengawasan. Selama ini, hanya anggota parlemen lokal yang mendapatkan kesempatan untuk memperoleh informasi terkini, baik UU yang baru, Peraturan Pemerintah yang baru sampai kepada Keputusan Menteri. Mereka mendapatkan lewat Bimbingan Teknis (Bimtek) dengan alokasi anggaran dari negara.

Masalahnya, beban berat sebagai anggota parlemen sama sekali mengurangi konsentrasi dari anggota parlemen tersebut. Belum lagi kondisi umum yang terjadi adalah anggota parlemen lokal juga merupakan pengurus partai politik. Sehingga terkesan mereka pergi keluar daerah hanya untuk mendapatkan dana berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD).

Alangkah baiknya jika fungsionaris partai politik juga mendapatkan peluang yang sama. Terutama generasi muda yang pada tahap berikutnya mendaftarkan diri sebagai calon-calon anggota parlemen, baik di daerah ataupun pusat.

Pengalaman selama ini, anggota-anggota DPRD atau DPR yang baru memang memulai dari nol. Mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaan di parlemen, apalagi peraturan perundang-undangan yang wajib mereka kuasai.

Anggapan di kalangan kampus, ahli, pengamat, jurnalis hingga lembaga swadaya masyarakat, anggota parlemen ini 'bodoh'. Bagaimana bisa mereka mempelajari sekian tumpuk peraturan perundang-undangan, sementara mereka sama sekali belum memiliki pengetahuan sebelumnya?(bersambung)

Disampaikan pada 'Pertemuan Nasional Menata Ulang Dana Politik di Indonesia : Peluang Dana Politik Melalui Anggaran Negara' yang diselenggarakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Senin (25/7/2016)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...