JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur Eksekutif Indef Eny Sri Hartati mengingatkan pemerintah agar lebih hati-hati membahas revisi APBNP 2016.
“Dalam membahas APBN harus hati-hati. Meski ada target tax amnesty Rp 165 triliun, namun defisit Rp 233 triliun. Kalau mencapai target pun, tetap akan defisit. Aset di luar negeri hanya Rp 5–6 ribu triliun, tapi yang di bank hanya 30 % atau sekitar Rp 2.000 triliun. Itu kalau ditarik semua,” ujar Eny di Jakarta, Jumat (12/8/2016).
“Pemotongan anggaran berdampak semakin terdistorsinya sektor riil. Belanja pemerintah tak efektif karena tak mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini kontra produktif. Untuk itu, sebaiknya APBN tidak bertambah, asal pengelolannya baik dan transparan,” tandas dia.
Eny berharap pemotongan anggaran lebih diperjelas, mana yang harus dipotong dan mana yang tidak.
“Ini yang tidak jujur. Jadi, tata kelola fiskal kita memang amburadul. Termasuk lapangan kerja dan investasi yang terus menurun. Itu yang menjadikan sektor riil tidak bergerak,” ungkapnya.
Bahkan, kata Enny, Kemendagri dan Kemendes RI belum satu bahasa dalam mengelola dana desa, di tengah sulitnya lapangan kerja, dan daya beli masyarakat yang terus menurun. Padahal, dana desa itu bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi.
“Kalau tidak, maka pengangguran akan bertambah. Kecuali pemerintah kerja keras, koordinasi kementerian bagus dan transparan, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5%,” jelasnya. (plt)