Opini
Oleh Rizky Fajrianto (Koordinator Lapangan Aksi Nasional BEM SI) pada hari Kamis, 20 Okt 2016 - 17:46:41 WIB
Bagikan Berita ini :

Dua Tahun Jokowi-JK tak Sesuai Harapan

46menagihjanjimanis.jpg
Demo mahasiswa di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/10/2016) (Sumber foto : Istimewa)

Momentum 2 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi-JK merupakan ajang untuk mengevaluasi, mengkontempelasi, menagih, mendesak, serta menuntut janji-janji pemerintah yang tertuang dalam visi misi serta cita-cita dan tujuan negara itu sendiri.

Berbagai survey menunjukan kepuasan terhadap kinerja, namun aneh bin ajaib nyatanya hal itu tidak sesuai realita, rakyat masih belum sejahtera justru menjurus pada sengsara. Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyatakan, tahun 2016 ketimpangan sudah mencapai angka 0.41-0.45, dan jika sudah mencapai 0.5 sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya bagi kestabilan sebuah negara.

Presiden tidak efektif mengelola negara karena kabinet tidak solid, kepentingan transaksional oligarkis lebih terlihat, bahkan nasionalisme meredup terbukti dengan dipertahankannya seseorang dengan indikasi dwi-kewarganegaraan di dalam kementerian. Keberpihakan pemerintahan kepada asing seakan tak terbendung.

Kemandirian ekonomi yang dicanangkan dalam nawacita hancur dengan afiliasi yang nampak selama 4 semester ini.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan mencerminkan bagaimana penegakan hukum layaknya jaring laba-laba, hanya menjerat yang lemah dan runtuh terbelah pada yang kuat.

Pemerintah lebih memihak kepada korporasi dibandingkan kepada asset hutan hujan tropis yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa ini. Tahun 2015, Jikalahari dan Eyes on The Forrest menginvestigasi 37 korporasi dan Polda Riau menetapkan 18 korporasi sebagai tersangka. Namun, tahun 2016 ini terbitlah Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan yang telah menyumbangkan asap di Riau, menyebabkan 5 orang meninggal, dan ribuan orang menderita ISPA. Terlebih kejadian ini diperkuat dengan beredarnya foto kongkow oknum Polda Riau dengan para elit korporasi tersebut.

Tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyat kembali terlihat dari kasus mega proyek reklamasi, khususnya di Teluk Benoa Bali dan Teluk Jakarta. Di teluk Benoa, desain reklamasi sudah muncul sejak tahun 2007 dengan Tike Engineers and Architect asal Jerman sebagai pembuat desain.

Lahirnya Perpres no.51 tahun 2014 yang mengubah wilayah teluk Benoa yang sebelumnya masuk zona L3 (konservasi) menjadi zona P (penyangga), seolah menjadi dasar izin proyek ini. Hal yang sama terjadi pada reklamasi teluk Jakarta. Konstitusi terakhir yaitu putusan PTUN nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT yang mengabulkan permohonan penundaan keputusan gubernur DKI Jakarta nomor 2238 tahun 2014 tentang perizinan reklamasi, khususnya di pulau G. Keduanya memperlihatkan perjalanan proyek yang dipaksakan, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa izin ini diperuntukan pada kepentingan investor, bukan masyarakat umum.

Tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyat kembali terlihat dari kebijakan instan yang inkonstitusional, yaitu pengampunan pajak. Defisitnya anggaran karena kesalahan pengelolaan serta kecanduannya negara pada pambangunan direspon dengan kebijakan kolonialisme, dengan mengampuni pajak kepada orang berduit dan merampas pajak kepada rakyat pribumi.

Walaupun periode pertama harta yang terkumpul sudah 95 triliun dari target 120 triliun, namun indicator keberhasilan bukanlah soal nominal. Mengapa demikian? Kalau kita kembali ke cara berpikir yang benar, semakin banyak harta yang dilaporkan dan semakin banyak uang tebusan yang dibayarkan, berarti semakin banyak jumlah pajak yang selama ini dikemplang. Dan hal ini juga berarti pemerintah benar-benar telah gagal menegakan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan yang ada sebelum UU pengampunan pajak ini disahkan. Padahal pajak bersifat memaksa dan wajib bagi para wajib pajak. Tax amnesty seolah-olah menjual harga diri bangsa.

Tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyat kembali ditunjukan melalui inkonstitusi pelaksanaan pemerintah khususnya untuk mewujudkan kedaulatan energi dan sumber daya mineral. Titik awal kemunduran hilirisasi muncul pada 11 Januari 2014, yaitu dikeluarkannya PP no. 1 tahun 2014 tentang perubahan kedua PP no. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini menghapus pasal 112 butir 4 sehingga jelas melanggar UU no 4 tahun 2009. Pada Agustus 2016, Archandra Tahar memperpanjang izin eksport konsentrat PT. Freeport Indonesia hingga Januari 2017 yang bertentangan dengan semangat hilirisasi UU no 4 tahun 2009. Mirisnya, Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Padjaitan, ingin mempercepat proses revisi UU no 4 tahun 2014, dengan alasan demi menanggulangi deficit fiscal sehingga perlu ada kelonggaran izin ekspor beberapa mineral tanpa melalui proses peningkatan nilai tambah di dalam negeri selama lima tahun lagi semenjak diundangkan.

Artinya jika 2016 PP tersebut keluar, maka kedaulatan energi masih harus menunggu hingga tahun 2021.

Di sisi lain, fenomena terbaru tentang terbitnya kebijakan kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, dinilai tidak menyelesaikan akar masalah. Data KPAI menujukan tahun 2007 terdapat 1510 kasus, tahun 2008 ada 1826 kasus, dan terus meningkat hingga 1998 kasus pada tahun 2009. Walaupun tahun 2015 hanya terdapat 6499 kasus, angka ini masih dianggap cukup tinggi. Hukuman kebiri ini dari sisi medis sangat dilematis karena bertentangan dengan kode etik kedokteran dan melanggar HAM serta sumpah dokter. Selain itu, hukum kebiri kimia ini mendapat penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena tidak menimbulkan efek jera dan hanya menghambur-hamburkan uang negara. Diperlukan biaya sebesar Rp. 700.000,- sampai Rp. 1.000.000,- untuk satu kali penggunaan. Sedangkan obatnya hanya mampu bekerja untuk menurunkan birahi selama 1-3 bulan saja. Kebijakan ini dinilai sangat prematur dan tidak menyelesaikan masalah.

Berdasarkan ringkasan kajian yang dipaparkan diatas, maka Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, yang tersebar di wilayah Sumatera Bagian Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jabodetabek Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah-DIY, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Barat, Kalimantan Timur dan Selatan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua, menuntut kepada Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk:

1. Tindak tegas mafia kasus kebakaran hutan dan lahan;
2. Tolak reklamasi teluk Benoa dan teluk Jakarta;
3. Tolak tax amnesty yang tidak pro rakyat;
4. Tolak perpanjangan izin ekspor konsentrat setelah Januari 2017 dan komitmen terhadap usaha hilirisasi minerba;
5. Cabut hukum kebiri, selesaikan akar permasalahan kejahatan seksual pada perempuan dan anak.

Inilah LIMA TUNTUTAN REFORMASI MAHASISWA, atau yang kami singkat dengan LITERASI MAHASISWA, sebagai bentuk konsistensi BEM Seluruh Indonesia untuk menjadi mitra kritis pemerintah sekaligus poros tengah yang menyambungkan lidah rakyat dan memberitakan kebenaran, tentang ekspektasi kebijakan dengan kenyataan di lapangan.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowijk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...