JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Politisi PDIP Maruarar Sirait mengklaim, Presiden Joko Widodo merupakan kepala pemerintahan yang paling menjunjung tinggi demokrasi.
Hal ini dikatakannya menanggapi pemerintahan Jokowi-JK yang memasuki tahun kedua.
"Coba saja lihat demo dimana-dimana bisa kok. Jokowi selalu bilang kalau bukan pemilihan langsung ya dia enggak bisa jadi walikota, gubernur dan presiden," ujar Maruarar, Minggu (22/10/2016).
Diungkapkannya, pasca Pilpres 2014 lalu, situasi politik menjadi keras karena adanya koalisi parpol, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) notabene opoisis dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang merupakan partai koalisi pendukung pemerintah.
"Yang menang KMP bahkan AKD (alat kelengkapan dewan) dikuasai KMP. Tarik menarik di awal pemerintahan juga tinggi. Aroma Pilpres masih terasa," ungkap anggota Komisi XI DPR ini.
Tetapi, lanjut dia, setahun berikutnya keadaan politik berubah. Parpol oposisi satu persatu mulai menyatakan diri bergabung ke pemerintahan.
"Dukungan Golkar, PPP, PAN yang tadinya di KMP lalu masuk ke pemerintahan. Ini realita. Semua jadi lancar, tes Polri (Kapolri di DPR) lancar, bahas UU lancar," kata Maruarar.
Meskipun, diakui dia, akhirnya kabinet mengalami pembengkakan.
"Kita harus akui kabinet ini besar, tadinya ramping jadi besar. Tapi realita seperti itu. Akomodasi politik harus digabungkan dengan SDM yang berkualitas dan berintegritas," tuturnya.
Menurut Ara, sapaan akrabnya, segala pemerintahan pasti ada kelebihan dan ada kekurangan. Ia mengakui masih ada kesenjangan sosial yang harus diperbaiki, dan angka defisit yang tinggi.
Namun, ia meyakini rasa kepuasan publik kepada presiden justru meningkat. Pasalnya, angka pengangguran dan kemiskinan semakin berkurang.
"Saya rasa akan terpilih lagi. Survei jauh sekali dengan Prabowo dan yang lainnya. Cek saja," cetusnya.
Selain itu, yang paling kentara perbaikannya yakni di bidang hukum. Dulu, kata Ara, hubungan KPK dan polisi tidak baik tetapi sekarang sangat baik juga bersinergi.
"Presiden berani melantik Tito itu terobosan. Saya yakin masalah HAM juga menjadi pertimbangan presiden," tegasnya.
Ara menambahkan, dahulu banyak yang mengatakan bahwa Jokowi merupakan "Presiden Boneka yang Lemah". Namun, kenyataan Jokowi malah bisa mengkontrol parlemen yang awalnya dinahkodai oposisi.
"Sekarang bagaimana ? Ada enggak yang bilang begitu. Malah bilang bagaimana sekarang kontrol di parlemen ? Karena Jokowi terlalu kuat," pungkasnya.(yn)