JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Apakah dasar hukum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)? Keberadaan BPK pertama-tama ditetapkan oleh Undang Undang Dasar 1945. Pasal 23 ayat (5) UUD memuat amanat: Untuk memeriksa tanggungjwab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Demikian penjelasan Ahli Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando dalam sebuah buku berjudul 'Mengenal Lebih Dekat BPK, Sebuah Panduan Populer'. Menurut penjelasan Ade, kehadiran pasal tersebut menunjukkan bahwa sejak awal, para pendiri Republik Indonesia sudah menyadari bahwa dalam rangka menegakkan pemerintahan yang bertanggungjawab, diperlukan sebuah Badan Pemeriksa Keuangan.
"Karena itu di dalam UUD tersebut tercantum ketetapan yang mewajibkan pembentukan BPK sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara," papar Ade Armando.
BPK didirikan pada 1 Januari 1947. Karena itu, 1 Januari dinyatakan sebagai Hari Ulang Tahun BPK. Namun sejak masa reformasi 1998, sudah terdapat sejumlah amandemen terhadap UUD 1945. Adakah perubahan amanat mengenai BPK dalam rangkaian amandemen tersebut?
Amandemen terhadap UUD 1945 yang ditetapkan pada 10 November 2001 memuat ketetapan yang lebih tegas mengenai posisi BPK. Dalam amandemen tersebut, dinyatakan bahwa BPK adalah badan yang bebas dan mandiri (Pasal 23E). Lengkapnya bunyi pasal tersebut adalah: Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Perubahan penting lainnya, menurut Ade, dalam amandemen tersebut adalah ditambahkannya ketetapan bahwa yang diperiksa BPK bukan saja tanggungjawab tentang keuangan negara melainkan juga pengelolaan keuangan negara.
"Dengan demikian fungsi BPK semakin menentukan dalam mengendalikan keuangan negara, karena BPK kini juga wajib memeriksa bagaimana pemerintah dan lembaga negara lainnya mengelola keuangan yang dipercayakan kepada mereka," papar Ade Armando.
Lalu, apakah landasan operasional bagi BPK dalam menjalankan tugasnya? Menurut Ade, sejak 2003 setidaknya ada empat UU yang dapat dijadikan landasan hukum dan landasan operasional BPK: UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 / 2004 tentang Perbendaharaan Negara; UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; serta terakhir UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK.
UU No. 15 tahun 2006 ini, papar Ade, merupakan penyempurnaan dari UndangUndang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, baik pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.
"Dalam UU No. 15 tahun 2006 ini secara jelas dikatakan bahwa BPK harus berposisi sebagai lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan professional. Ini sangat diperlukan dalam rangka upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," papar Ade Armando.(ris)