Opini
Oleh Laode Ida pada hari Senin, 05 Des 2016 - 10:05:40 WIB
Bagikan Berita ini :

Akankah Kembali ke Neo Orba?

24KolomSantaiSiang.jpg
Kolom Santai Bersama Laode Ida (Sumber foto : Ilustrasi oleh Kuat Santoso/TeropongSenayan)

Penahanan sejumlah aktivis dengan tuduhan makar telah mengingatkan masyarakat bangsa ini dengan kondisi dan perLakuan pemerintah Orba di bawah kekuasaan otoriter Presiden Suharto. Setiap aktivis kirtis pada saat itu selalu diwaspadai, dimata-matai, dan selanjutnya diamankan kalau sudah dianggap berbahaya.

Instrumen utama yang ditugaskan oleh Suharto adalah aparat TNI (yang saat itu masih satu payung dengan Polri). Penguasa pada saat itu diposisikan sebagai sumber kebenaran, sehingga siapapun yang berseberangan selalu akan tak nyaman hidup diri dan bahkan keluarganya.

Tapi kekuasaan seperti itu berakhir dengan jatuhnya Soeharto dan kemudian kita masuk era reformasi hingga sekarang. Indonesia pun dikenal sebagai negara besar ketiga sebagai penganut sistem demokrasi. Kebebasan berekspresi bagi setiap warga negara jadi ukuran utama demokrasi kita, disamping kebebasan pers, dan lain sbagainya. Intinya, tak ada lagi yang harus takut bagi siapapun yang mengekspresikan aspirasi dan kepentingannya.

Kendati demikian, bukan berarti setiap aspirasi atau kepentingan 'harus dipenuhi'. Tidak. Karena ada aturan dan atau sistem yang sudah mengatur kanalisasi aspirasi itu.

Persoalannya kemudian, dan ini yang sungguh mengherankan, perilaku represif instrumen negara justru kembali muncul sekarang ini. Sejumlah aktivis, sekali lagi, dituduh ada rencana makar. Wah.. Ini aneh. Koq aktivis yang hanya punya modal bicara melalui jejaring atau grup media sosial (WA) dianggap bisa makar.

Barangkali ada benarnya kalau sebagian mereka itu tidak suka dengan Presiden Jokowi. Atau tak suka dengan Ahok. Dan semua ketaksukaan itu diekspresikan melalui media sosial. Namun disamping hal itu merupakan bagian dari hak politik warga negara, juga belum tentu diakomodasi oleh pihak politisi senayan (MPR) -- karena mereka berencana akan sampaikan aspirasi itu ke MPR.

Secara teoritis suatu gerakan baru bisa dikatakan makar abila lewat jalur inkonstitusional. Sementara kalo aspirasi lewat MPR adalah konstitusional. Kan aneh lagi. Apalagi mereka tak punya kekuatan senjata.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...