Dalam eksepsinya, Ahok menggunakan kata mob. Jadi, tekanan mob. Mob ini yang lalu menekan pihak hukum melaksanakan proses hukum yang kini dijalani Ahok sebagai terdakwa penista agama Islam (Al Maidah 51). Karena proses hukumnya berdasarkan mob, maka ia minta kasusnya dibatalkan.
Mob artinya kerusuhan. Tekanan mob adalah tekanan para perusuh. Jika ini terjadi dalam proses hukum, namanya bukan proses hukum tapi proses mob. Tak benar cara pembacaan hukum seperti itu, minimal obscur libel (kabur).
Pasal 156 a KUHP yang didakwaan JPU adalah delik formil. Artinya, suatu perbuatan menjadi kejahatan semata karena disebut UU tanpa perlu membuktikan mens rea (niat jahat) dari perbuatan itu. Kata maaf yang belakangan acap dikemukakan Ahok menjadi tidak punya nilai hukum pasal 156 a tadi.
Namum demikian, istilah "sudah selesai" dalam penafsiran hukum pasal 156 a tadi, harus dipenuhi. Yaitu untuk mencukupkan bukti unsur delik itu sendiri.
Nah, unsur delik "sudah selesai" itu justru adalah mob (kerusuhan). Andai tak ada mob, maka delik formil 156 a itu tidak menjadi materil karena unsur deliknya kurang.
Sebagaimana diketahui, pasal 156 a tadi ditempatkan pada Bab Tibum (ketertiban umum). Unsur delik materilnya adalah gangguan Tibum. Mob adalah gangguan Tibum, baik demo 411, 212, dan makar.
Apakah gangguan Tibum itu berdampak penekanan terhadap pemerihtah cq pihak hukum, tak dapat dibaca sebagai aspek pemaksaan kehendak yang menyimpangkan proses hukum. Melainkan gangguan Tibum.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #