Opini
Oleh M Hatta Taliwang pada hari Rabu, 04 Jan 2017 - 23:31:11 WIB
Bagikan Berita ini :

Kritik Jenderal Besar AH Nasoetion Terhadap Demokrasi Liberal

17Hatta Taliwang.jpg
M Hatta Taliwang (Sumber foto : Eko S Hilman/TeropongSenayan)

"Negara tidak lagi pouvoir neutre karena diluar terjadi perebutan pengaruh dan kekuasaan untuk menguasai negara.

Kedaulatan dan kekuasaan terpecah di luar pemerintahan, yang sering disebut dengan istilah pressure groups

Keadaan demikian dapat membawa keliberalan di segala bidang kehidupan yang akhirnya akan menjurus ke arah anarchisme.

Perangkat demokrasi liberal yang di Eropa Barat sendiri telah mengalami kemerosotan dibawa oleh orang Barat ke Indonesia, dipompakan kepada kita melalui saluran edukasi kultur, dan dari kenyataan kenyataan ini ternyata tidak berjalan baik di Indonesia (pengalaman demokrasi liberal berdasarkan UUDS 50 dari 1950 sd 1959-edit penulis), karena bertentangan dan tidak cocok dengan watak dan kepribadian Indonesia.

Kita telah mengalami perangkat demokrasi liberal itu dalam ketatanegaraan kita, kita telah merasakan akibat akibat yang ditimbulkan olehnya.

Demokrasi liberal di Indonesia telah menghasilkan pertentangan pertentangan politik, politikeke delinquneten, pemberontakan-pemberontakan, kerusakan kerusakan kultur dan moral nasional, partai-partai hanya menjadi pressure groups semata, sehingga kita sebagai bangsa kehilangan corak dan kepribadian sendiri, sebagai bangsa kita telah dipotong-potong dan dipisah-pisahkan oleh berbagai isme, yang masing masing berjalan atas asas dan tujuan masing-masing. Akibatnya kepentingan bangsa dan kepentingan nasional, tertekan kebawah oleh kepentingan golongan.

Demokrasi liberal menimbulkan perselisihan-perselisihan kelas, yang bagi bangsa Indonesia adalah hal baru.
Baru, karena dari dulu memang tidak diketahui oleh bangsa Indonesia karena memang tidak perlu ada. Yang ada hanya satu kelas, yaitu Rakyat Indonesia yang berjuang mencapai tujuan revolusi dipimpin oleh Ideologi Pancasila, tujuan revolusi sebagaimana tersebut dalam Pembukaan UUD 45..."(Buku Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5 hal 200 sd 201).

Pikiran Jenderal Besar AH Nasution sangat dipengaruhi oleh Prof Mr Djokosutono dimana dua muridnya Mr. Basyaruddin Nasution dan Kol. Sutjipto SH banyak memberi masukan ke beliau.

Dalam konteks perlawanan beliau terhadap demokrasi liberal adakah tawaran solusi Jenderal Nasution?

Dalam konteks ketatanegaraan menurut UUD45 ada tawaran Jenderal Nasution khususnya peranan TNI yang dipidatokan di Universitas Andalas. Namun kita akan tulis lain kali.

Tentang konsepnya yang tidak jalan sepenuhnya baik oleh faktor Presiden Soekarno dan mungkin juga oleh Jendral Soeharto, Nasution merenungkan belakangan :

"Jika saya renungkan kembali masa itu, saya berkesimpulan bahwa saya mempunyai kealpaan, ialah kurang memelihara hubungan pribadi dengan Bung Karno sebagai 'bapak' yang suka diperlakukan demikian. Sehingga timbul jurang antara kami dan akhirnya saya tak berkesempatan merampungkan misi tersebut. Benarlah kata Jenderal Gatot Soebroto bahwa saya 'terlalu zakelijk'.

Saya kurang berusaha membuat Bung Karno sebagai 'pusat' segala sesuatu. Sebaliknya Jenderal Yani bersikap menjadikan Bung Karno sebagai 'bapak' bagi TNI.

Gaya hidup saya berbeda dari gaya hidup Bung Karno sehari-hari walaupun sekitar 1959 saya sehari hari bersama Bung Karno, tapi rupanya beliau tetap memandang saya tetap 'berdiri sendiri' .

Memang sejak semula saya berniat untuk meneruskan sikap 'otonom' dari Pak Dirman dalam kehidupan bernegara dan sikap sederhana TNI dalam kehidupan pribadi sehari hari.(hal 237).

"Bahwa tangan yang harus memegang aparatur itu, yakni kekuasaan politik, adalah seharusnya teguh. Akan tetapi umum mengetahui bahwa pemerintah kita adalah labil, karena belum pernah diadakan Pemilihan Umum dan adanya berpuluh-puluh partai politik. Tiap pemerintah harus berkoalisi dan disusun dari selusin partai, sehingga kelahirannya berdasarkan kompromis-kompromis.

Maka itu tak mungkin ada gezag (wibawa) tak mungkin ada kekuasaan yang tegas dan teguh, karena tiada satu partaipun yang dapat memerintah.

Dan untuk memperbaiki aparatur negara perlu adanya kekuasaan politik yang tegas. Yang menjadi syarat mutlak usaha usaha stabilisasi keamanan negara.

Rakyat mengharapkan pimpinan dari Dwitunggal Soekarno Hatta yang disegani, dijunjung dan dihormati oleh seantero, akan tetapi Dwitunggal itu tak berdaya karena menurut UUDS 50 mereka cuma perlambang dan bukan penanggung jawab pemerintahan.

Kekuasaan memerintah oleh UUDS 50 diserahkan ke partai partai yang berbentuk sistem parlementer." (Buku :MEMENUHI PANGGILAN TUGAS jilid 3 hal 245)

Dalam halaman 252 Nasution menulis : "Sistem pemilu dan konstitusi kita tahun 50-an merintangi slagordening (pengikatan persatuan semua kekuatan). Sistem ini selalu meluangkan kesempatan bagi masing masing kelompok bahkan masing masing tokoh untuk kepentingan sempit. Tidak mungkin tertegak suatu grandstrategi, suatu strategi besar dengan kepemimpinan yang bernilai kenegarawanan."(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...