Tahun 1985, saya mendapat tugas membuat maklumat perang RI melawan Aussy (Australia). Saya turunkan tulisan itu di dua headline berturut-turut di koran Jayakarta. Nara sumbernya adalah Jenderal Try Sutrisno. Tugas itu langsung order Presiden Soeharto untuk menjawab Sidney Morning Herald (SMH) berjudul "Soeharto After Marcos".
Saya bangga menjadi bangsa Indonesia dengan pemimpin yang memiliki rasa nasionalisme dan martabat di fora internasional. Saat itu mata tertuju ke ASEAN berkat kesuksesan people power Cory Aquino menggulingkan Ferdinand Marcos. Makna judul indepth SMH "Soeharto After Marcos" adalah Soeharto yang akan digulingkan setelah Marcos.
Koran Jayakarta adalah corong ABRI. Kini saya kehilangan kebanggaan menyaksikan reaksi Presiden Jokowi yang sangat rendah nasionalismenya dan tampil klemak-klemek.
Duh bangsaku. Aussy merupakan inti dalam pakta pertahanan 5 negara FPDA terdiri dari Inggris, Aussy, New Zealand, Malaysia, Singapore. Indonesia tak punya pakta. Kita dikepung oleh FPDA.
Sementara Panglima TNI memutus hubungan dengan Aussy, Presiden Jokowi sibuk mau anjangsana ke Aussy. Pecah. Apa yang kau banggakan kini?(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #