JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur eksekutif Institute Proklamasi Arief Rachman mengatakan, terkait belum diakomodirnya keinginan PDIP untuk mengisi posisi jabatan pimpinan DPR dan MPR salah satu penyebabnya adalah tidak efektifnya loby politik PDIP.
"Tidak efektif lobi politik PDIP," ungkap Arief saat dihubungi di Jakarta, Kamis (12/01/2017).
Selain itu, lanjut dia, karena keinginan PDIP mendapat posisi salah satu pimpinan DPR dan MPR karena tidak lazim terjadi.
"Posisi pimpinan DPR dan MPR dari masa ke masa terdiri dari satu ketua DPR/MPR dan 4 orang wakil. Kalau posisi wakil DPR atau MPR ditambah 1 maka jumlahnya tidak lagi ganjil. Maka akan rancu dalam proses pengambilan keputusan," terangnya.
Selain dua hal itu, lanjut dia, masa bakti DPR/MPR juga sudah tinggal setengah masa bakti.
"Jadi akan sia-sia saja kalau ditambah 1 posisi pimpinan. Jadi menurut saya 3 alasan itu kenapa prosesnya agak berlarut-larut. Prediksi saya proses pembahasan hal tersebut akan berlarut-larut dan tidak jelas kapan rampungnya (berkahir di persimpangan jalan)," tandasnya.
"Menurut saya baiknya pembahasan revisi UU MD3 soal penambahan posisi pimpinan DPR dan MPR baiknya dihentikan saja karena tidak substantif dan lebih kental aroma bagi-bagi jabatan saja. Masih banyak persoalan bangsa yang harus diutamakan dibanding soal penambahan jabatan pimpinan DPR/MPR," tutup dia. (icl)