Opini
Oleh Abdul Kholik* pada hari Sabtu, 14 Jan 2017 - 09:14:44 WIB
Bagikan Berita ini :

Sistem Pemilu Alternatif

97ABDUL KHOLIK.jpg
Abdul Kholik* adalah Tim Ahli Penyusunan/Pembahasan RUU Pemilu DPR-RI 2010-2012 dan Ketua Bidang Litbang ATAP Indonesa. (Sumber foto : DOK/TEROPONGSENAYAN)

Pembahasan sistem pemilu dalam Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) dipastikan akan berlangsung alot. Dalam draf RUU yang diajukan pemerintah, menggunakan sistem proporsioanlal dengan daftar calon terbuka terbatas. Namun dalam penormaannya sesuangguhnya adalah system proporsional tertutup. Sama seperti periode sebelunya, materi sistem pemilu menjadi isu yang membelah fraksi-fraksi. Berkaca pada pembahasan RUU Pemilu 2010-2012 (UU Nomor 8 Tahun 2012), perdebatan apakah menggunakan sistem proporsioanal daftar calon terbuka ataukah kembali menggunakan sistem proporsional tertutup juga mengemuka. Saat itu, fraksi PDIP mengusulkan untuk mengunakan sitem proporsional tertutup. Hanya saja belum banyak mendapat dukungan, karena pada saat itu sepertinya hanya PKB yang setuju, itupun di akhir pembahasan.

Namun suasana telah berbeda. Kalau dulu hanya PDIP yang mendorong sistem proporsional tertutup, kini beberapa fraksi mendukung. Golkar dan PKB sudah menyatakan akan mendukung sistem tertutup. Sementara fraksi lain tampaknya masih bertahan dengan sistem terbuka, bahkan PAN sudah tegas akan menolak system pemilu dalam RUU Pemlu yang diusulkan Pemerintah yang menggunakan sistem proporsional terbuka tebatas

Di tengah keterbatasan waktu, Pansus RUU Pemilu yang harus menyelesaikan RUU Penyelenggraan Pemilu (RUU Pemilu) paling lambat bulan Juni 2017, sehingga dihadapkan pada tantangan semakin berat, andai masalah sistem Pemilu mengalami deadlock. Dipastikan isu ini akan menyita waktu dan energi Pansus karena pedebatan akan panjang, bahkan dapat berujung pada voting. Kalaupun voting diambil dan pilihan sistem tertutup yang disahkan, masalah belum selesai. Petarungan akan berlanjut karena pihak yang tidak puas akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Daulat Partai Vs Daulat Rakyat

Sistem pemilu merupakan roh dari suatu legislasi yang akan mengatur penyelenggaraan pemilu. Dengan sistem ini maka rangkaian tahapan pemilu akan mentranformasikan suara pemilih menjadi kursi di parlemen. Turunan dari sistem pemilu mencakup setidaknya lima tahapan kunci yaitu penentuan daerah pemlihan, penyusunan daftar calon, metode pemberian suara, perhitungan suara dan penetapan calon terpilih. Artinya sistem pemilu yang dipilih akan mempengaruhi dan menentukan materi pengaturan berikutnya menyangkut turunan sistem tersebut.

Fakta yang ada sampai saat ini, sejak Pemilu 2009 mengunakan sistem proporsioanl daftar calon terbuka. Sistem ini pada awalnya merupakan produk putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008, yang membatalkan sistem proporsional terbuka terbatas yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008. Sistem terbuka tebatas yang belaku saat itu, menentukan calon terpilih ditentukan oleh perolehan suara, minimal 30 % dari BPP. Sistem ini menentukan dalam hal tidak terdapat calon yang memeproleh suara minimal 30% BPP maka berlaku nomor urut dalam menentukan calon terpilih.

Apabila dirunut ke belakang, Pemilu 2004 dan Pemlu tahun 2009 sesungguhnya merupakan suatu rangkaian pemberlakuan sistem pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, dimana penentuan calon terpilih ditentukan oleh nomor urut, kecuali terdapat calon yang memperoleh suara sama dengan BPP. Dalam prakteknya pada pemilu 2004, tidak ada satupun calon yang memperoleh suara BPP sehingga nomor urut yang dibelakukan. Mengikuti alur pikir pembentuk undang-undang, pemberlakuan sistem terbuka akan dilakukan secara betahap yaitu pemilu 2004 berlaku BPP penuh, pemilu 2009 berlaku 30% BPP dan pada tahun 2014 mestinya baru mengganakan sistem terbuka penuh. Namun, sekali lagi MK telah mempercepat pemberlakuan sistem terbuka sejak pemilu 2009.

Mengapa sekarang ingin kembali menggunakan sistem tertutup? Bukankah seperti memutar kembali arah jarum jam alias mundur lagi? Jawabanya adalah soal kedaulatan partai yang dianggap direduksi oleh sistem terbuka. Setiap kali pemilu, partai dihadapkan pada pilihan mengutamakan kader atau tokoh eksternal yang punya kesiapan dan popularitas, meski bukan tetapi bukan kader partai. Selain itu pada internal partai, juga terjadi persaingan yang sering disebut berlangsung secara sengit, karena diantara caleg bersaing secara ketat dan intensitas tinggi. Masih segar di ingatan kita, seoang ketua umum partai harus menerima kenyataan dikalahkan oleh anak muda pendatang baru dalam partai tersebut. Belum lagi setelah terpilih kepatuhan dan lemahnya pemahaman idiologi perjuangan partai menjadi ganjalan bagi partai.

Disisi lain, tidak dapat dipungkiri sistem pemilu terbuka juga memberikan manfaat yang tidak kecil bagi partai. Persaingan antarcaleg justru menghidupkan mesin partai dan meningkatkan potensi perolehan suara. Faktor inilah yang lebih dikedepankan oleh sebagian partai, terutama partai yang perolehan suaranya masuk ketegori menengah dan kecil, sehingga cenderung ingin mempertahankan sistem terbuka. Alasan lain tentu saja, berdasarkan putusan MK, maka sistem terbuka lebih sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Tawaran Sistem Pemilu

Apapun pilihan sistem pemilu tetap mengandung sisi baik dan buruk, lantaran tidak ada sistem yang ideal. Yang jelas adanya perbedaan pandangan yang tajam perlu dipikirkan sistem pemlu alternatif yang dapat menjadi solusi. Pilihanya adalah sistem semi proporsional (campuran) varian mixed member proporsinal (MMP) yang disesuaikan dengan konteks Indonesia. Sebagai perbandingan sistem ini dianut oleh beberapa negara seperti Jerman dan yang terdekat adalah Korea Selatan, meski tidak sepenuhnya sama.

Sistem ini akan menggabungkan dua model daftar calon. Pertama adalah daftar calon yang berbasis daerah pemilihan (Dapil), dan daftar calon non dapil (daftar calon nasional). Konsekuensi dari sistem ini adalah dari jumlah kursi DPR harus dibagi dua, sebagain dialokasikan dalam Dapil yang akan menggunakan daftar calon terbuka. Sebagian lagi kursi dialokasikan untuk kepantingan non Dapil yang menggunakan daftar calon tertutup. Model pembagianya dapat menggunakan proporsi 80% untuk Dapil dengan daftar calon terbuka, dan 20% sisanya untuk alokasi non dapil (atau sederhanya dapat disebut dapil nasional) yang menggunakan daftar calon tertutup.

Bagi partai-partai sistem elaternatif ini, dapat menjadi slusi terutama untuk alokasi kursi dapil nasional untuk mengakomodir penempatan kader terbaik dalam daftar calon. Sebab penentuan daftar calon ini menjadi kewenangan partai sepenuhnya dengan nomor urut sesuai kepentingan kaderisasi masing-masing partai. Jadi pada aspek ini daulat partai terjaga. Sedangkan alokasi kursi Dapil berlaku seperti sebelumnya menggunakan daftar calon terbuka yang data mengakomodir kader maupun non kader yang potensial meraup suara.

Kelebihan sistem ini, selain menjadi solusi atas permasalahn partai, tidak perlu membongkar sistem proporsioanl terbuka yang sudah berjalan selama ini. Hanya perlu sedikit perubahan dan penyempurnaan pada ketentuan penentuan jumlah kursi dan alokasi daerah pemilihan, penatapan daftar caln dan penentuan calon terpilih. Sedangkan untuk mekanisme pemberian suara dan perhitungan suara relatif tetap.

Secara singkat dapat diuraikan dalam penentuan perolehan kursi pada sistem ini akan melalui dua tahapan. Pada tahap pertama adalah penentuan perolehan kursi yang berbasis Dapil maka berlaku ketentuan perolehan suara partai pada setiap Dapil yang dibagi dengan BPP dan selanjutnya diurutkan berdasarkan sisa suara masing-masing partai. Untuk penentuan calon terpilih maka berdasarkan perolehan calon terbanyak pada masing-masing partai yang memperoleh kursi.

Pada tahap kedua adalah penentuan perolehan kursi partai untuk kursi yang diperebutkan tidak melalui dapil, adalah berdasarka prosentase perolehan suara partai dibagi jumlah kursi. Sebagai ilustrasi, dalam hal kursi non dapil ini jumlahnya 100, maka partai politik yang mendapatkan suara 20%, akan memperoleh 20 kursi, dan seterusnya dibagi sampai habis. Penentuan calon terpilih adalah diambil daftar calon yang disusun oleh partai berdasarkan nomor urut. Disinilah berlaku kedaulatan partai, sesuai dengan kepentingan kaderisasi dan menjamin partai memiliki fungsionaris partai yang dapat berkonsentrasi mengurus partai dengan dengan tetap membuka peluang karir politik dalam pemilu legislatf.

Diakui, system ini juga dianggap memiliki kelemahan, yaitu adanya anggota parlemen yang tidak memiliki Dapil. Namun hal ini dapat diatasi nanatinya dalam UU MD3, dengan memberikan ruang bagi partai untuk penugasan mebina dapil sesuai kebutuhan partai bagi anggota yang terpilih dari daftar tertutup. Sebab, adakalanya terjadi penumpukan anggota dalam suatu Dapil, sementara wilayah lain tidak mendapatkan pewakilan sama sekali. Dengan kata lain pola ini dapat juga menjadi sarana pemerataan pembinaan. []

Abdul Kholik* adalah Tim Ahli Penyusunan/Pembahasan RUU Pemilu DPR-RI 2010-2012 dan Ketua Bidang Litbang ATAP Indonesa.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kpu-dki-jakarta  #pdip  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...