JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja disahkan.
Namun pengesahan revisiPP tersebut mendapat kritik keras dari kalangan anggota legislatif. Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno mengatakan, PP 72 tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
"PP Ini jelas bertentangan dengan undang-undang, khususnya UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dan UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tidak boleh PP bertentangan dengan UU apalagi berpotensi melanggar Konstitusi UUD 45. Yakni dalam PP tersebut dinyatakan pengelolaan aset strategis dilakukan oleh perseroan terbatas. Padahal konstitusi menyatakan harus dilakukan oleh negara melalui BUMN," ungkap politisi PAN ini saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/01/2017).
Bahkan, lanjut dia, PP Ini memberi peluang pengalihan kekayaan negara menjadi kekayaan badan usaha atau PT tanpa persetujuan DPR.
"Ini dikhawatirkan bentuk pelepasan aset negara 'Gaya baru'. Kita harus mencegah pengalaman lepasnya aset Indosat pada rezim yang lalu," tandasnya.
Tak hanya itu, Teguh menduga adanya ketidakberesan para pembantu presiden Jokowi dalam menyampaikan informasi tentang hal tersebut.
"Saya khawatir Presiden kembali dikelabui bawahannya. Karena PP adalah produk pemerintah yang tanda tangan Presiden," ujarnya.
Menurutnya, PP Ini bisa dimaknai upaya untuk melepas aset negara yang selama Ini dikuasai negara melalui BUMN.
"Tentu yang paling patut dicurigai BUMN yang mau buru-buru digabung, melalui mekanisme holding atau yang lain," ungkap dia.
Ditanya bagaimana tanggapannya terkait substansi pasal 2A PP 72 tahun 2016, Teguh mengatakan bertentangan.
"Jelas Pasal tersebut bertentangan dengan UU no. 17/2003 Tentang keuangan negara dimana seluruh PMN yang bersumber dari APBN maka pemerintah pusat harus menetapkannya dalam APBN dengan persetujuan DPR.Jelas-jelas pelanggaran UU.Dengan demikian PP tersebut harus gugur Demi hukum," tegasnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, Pihaknya akan segera memanggil pihak pemerintah untuk dimintai penjelasannya terkait hal tersebut.
"Kami akan minta penjelasan pemerintah terlebih dahulu melalui kementrian keuangan dan Kemeneg BUMN," pungkasnya.(yn)