Bisnis
Oleh Bani Saksono pada hari Sabtu, 04 Feb 2017 - 04:24:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Pangan Lokal Harus Berdaulat

35ENGELINA-PATTIASINA.jpg
Direktur Archipelago Solidarity Foundation bersama Ketua SPI Henry Saragih dan Dekan Fakultas Pertanian Unpatti Ambon Prof Matinahoru seusai diskusi soal Kedaulatan Pangan Berbasis Kepulauan di Unpatti Ambon, Kamis (2/2/2017). (Sumber foto : isimewa)

AMBON [TEROPONGSENAYAN] – Pemerintah diminta mengembangkan pangan lokal sebagai bagian dari upaya mewujudkan ketahanan pangan. Permintaan itu sekaligus merespons pembukaan lahan baru persawahan.Contoh produk pangan lokal antara lain sagu, umbi-umbian, dan jagung.

Hal itu merupakan intisari dari diskusi “Pangan Lokal Berbasis Kepulauan” yang berlangsung di Fakultas Pertanian Universias Pattimura (Unpatti) Ambon di Kota Ambon, Kamis (2/2/2017).Ada dua narasumber dihadirkan, yaitu Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl-Oek. Engelina Pattiasina dan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia [SPI] Drs Henry Saragih.

Engelina mengungkapkan, persoalan pangan merupakan salah satu dampak dari tidak konsistennya dalam melaksaakan UUD 1945, terutama Pasal 33. Di situ disebutkan, agar kekayaan alam digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,‘’ kata Engelina dalam acara yang dibuka Dekan Fakultas Pertanian Unpatti Prof Dr Ir JM Matinahoru itu.

Menurut dia, Undang-Undang Pokok Agraria merupakan salah satu turunan dari UUD 1945. Tapi tidak pernah diimplementasikan. Padahal, ada yang baik dalam UU itu seperti pelibatan hak masyarakat adat. Hal itu berarti memelihara kekuatan masyarakat adat, termasuk pangan lokal. “Soal pangan misalnya, secara turun-temurun, Maluku dan Indonesia Timur menjadikan sagu, umbi-umbian dan jagung sebagai makanan pokok,” kata lulusan Universitas Bremen, Jerman ini.

Mantan anggota DPR ini juga menyoroti pengelolaan ladang migas Blok Masela. Masyarakat Maluku harus berjuang agar kilang itu dibangun di daratan. ‘’Blok Masela berada di Maluku dan masyarakat tentu saja harus dapat manfaatnya,’’ tutur Engelina.

Sementara itu, Ketua SPI Henry Saragih yang juga aktivis petani dunia mengatakan, yang paling utama, bagaimana pangan lokal mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. “Konsep kedaulatan pangan lahir untuk merespon konsep ketahanan pangan, yang berorientasi pada pasar global,” katanya.

Menurut Henry, perlu upaya serius untuk mencapai kedaulatan pangan. Caranya, dengan mengembangkan pangan lokal, yang berkualitas, bergizi, ramah lingkungan, dan bisa memenuhi kebutuhan pangan. Dunia saat ini, kat dia, sedang menghadapi persoalan pangan, karena pola hidup manusia itu sendiri.

‘’Ironisnya, ada satu miliar orang yang kelaparan, tetapi juga ada satu miliar orang lebih yang obesitas. Satu kekurangan makan, yang satu lagi kelebihan makanan,” ungkap mantan Presiden Asosiasi Petani se Dunia ini.

Dia berharap, semua bersama-sama untuk mengembangkan pangan lokal, sehingga masyarakat tidak bergantung kepada beras atau bahan pangan impor dari manapun.

Dekan Fakultas Pertanian Prof Matinahoru mengatakan, pihaknya senantiasa mengupayakan agar pangan lokal, seperti sagu bisa kembali menjadi pangan andalan. Untuk itu, katanya, adanya keinginan untuk menambah areal persawahan di Maluku tidak terlalu cocok, karena Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil, sehingga jika areal sawah yang dikembangkan maka akan mewariskan masalah kepada generasi mendatang.

“Untuk kita saat ini, mungkin tidak ada masalah. Tapi itu akan menjadi beban untuk anak cucu ke depan, karena masalah lingkungan,” ujarnya. Matinahoru menjelaskan, kalau areal persawahan yang diperluas, maka hal itu hampir pasti akan memanfaatkan dataran rendah. Lahan seperti itu hanya di sekitar pantai. “Karena pulau kecil, maka dengan pembukaan persawahan akan menimbulkan daya tangkapan hujan yang juga kecil.Hal ini akan sangat sulit untuk menghambat instruisi air laut. Kalau ini terjadi, maka lingkungan akan berubah dan juga ekosistemnya. Ini akan menjadi masalah di kemudian hari,” tuturnya.

Karena itu, Matinahoru tidak setuju dengan perluasan areal persawahan, tapi justru mendorong pangan lokal yang sesuai dengan kondisi pulau-pulau kecil di Maluku. Perluasan sawah juga akan semakin mengabaikan pangan lokal, padahal selama ini beras telah menggeser sagu dan umbi-umbian sebagai pangan masyarakat di Maluku. “Ini yang kami harapkan mendapat perhatian dari semua orang,” jelas Matinahoru. [b]


tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement