JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri AKPB Muhammad Nuh Al Azhar yang dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memastikan video yang dugaan kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama tak diedit.
"Tidak ditemukan penambahan atau pembuangan frame. Artinya momen yang ada di sana benar adanya," kata Nuh di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (7/2/2017).
Nuh menyatakan, terdapat empat video Ahok yang dianalisa oleh tim Puslabfor Mabes Polri.
"Pertama dari Dinas Kominfo DKI Jakarta, kedua dari saksi pelapor Novel Chaidir Hasan, ketiga dari saksi pelapor Muhammad Burhanuddin, dan keempat juga dari saksi pelapor Habib Muchsin Alatas," ucap Nuh.
Menurut dia, hasil analisa video itu kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), baik untuk Puslabfor Mabes Polri maupun penyidikan.
"Artinya hasil analisa itu tidak hanya secara ilmiah tetapi juga dengan pertanggungjawaban secara hukum," ucap Nuh.
Ahok mengutip Alquran Surat Al Maidah 51 dan menyebut adanya orang yang menggunakannya untuk kepentingan tertentu saat berbicara di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Tindakan itu memicu aksi unjuk rasa besar pada bulan Desember, membuat beberapa orang melaporkan dia ke polisi dan membuat dia menjadi terdakwa kasus penistaan agama.
Atas ulahnya, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (icl)