Opini
Oleh Asyari Usman (Mantan Wartawan Senior BBC) pada hari Selasa, 21 Feb 2017 - 18:18:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Putaran Kedua: ‘Jalan Lurus’ vs ‘Jalan Pintas’

40IMG_20170201_194211.jpg
Asyari Usman (Mantan Wartawan Senior BBC) (Sumber foto : Istimewa )

Bagi Pak Anies, bagi tim suksesnya, dan bagi para pendukung beliau, hal yang paling berat untuk dihadapi di putaran kedua pilkada DKI nanti bukan soal bagaimana cara mengalahkan Pak Ahok. Dan bukan pula bagaimana cara Pak Anies menerima kekalahan.

Yang sangat berat nanti adalah menahan diri agar tidak terjebak cara-cara yang curang untuk menang. Khalayak khawatir banyak orang atau pihak yang siap mencegah Pak Anies dengan segala cara. Ini yang berat. Berat menahan diri agar tidak terpancing main curang. Masyarakat yakin sekali Pak Anies dan tim suksesnya tidak akan menempuh cara-cara kotor, amoral, apalagi ilegal. Kubu Pak Anies diyakini akan menempuh jalan lurus untuk mencapai kemenangan.

Sementara di lain pihak, lawan tanding Pak Anies tidak bisa diduga apa-apa yang bakal mereka lakukan. Yang bisa kita pahami adalah bahwa Pak Ahok bertekad sangat keras untuk menang. Partai-partai pendukung beliau, dan juga para pemilik kekuasaan yang bersimpati, tidak akan rela Pak Ahok kalah. Bisa dibayangkan bagaimana kira-kira strategi yang bakal diaplikasikan oleh kubu Pak Ahok untuk tampil sebagai pemenang. Sebab, sangat banyak kepentingan yang dipertaruhkan.

Bagi para pendukung Pak Ahok, konon terutama bagi para pimpinan partai pendukung yang bakal mendapatkan "laba", para konglomerat dan para pejabat yang tinggi-tinggi, tampaknya kata “kalah” tidak ada dalam kamus mereka. Ini tentunya sah-sah saja. Selain itu, Pak Ahok juga membawa titipan dari kalangan yang akhir-akhir ini terbelah menurut garis relijiusitas dan etnisitas, yang memberikan dukungan all-out kepada beliau. Sehingga, tumpukan beban itu membuat Pak Ahok memilik hanya satu opsi: harus menang.

Melihat jumlah suara yang diterima oleh Pak Anies di putaran pertama yang tidak jauh selisihnya dengan perolehan suara Pak Ahok, tentulah semangat kubu Pak Anies juga sangat tinggi. Mereka tidak bisa menyembunyikan harapan untuk merebut kursi eksekutif tertinggi di Jakarta. Namun, seperti disebut di bagian awal tadi, banyak orang yang percaya bahwa kubu Pak Anies tidak akan tergoda untuk menggunakan cara-cara yang tercela dalam meraih kemenangan.

Para pemerhati membuat sinyalemen ini berdasarkan rekam jejak elemen-elemen yang ikut di dalam tim sukses Pak Anies. “Komposisi tim pemenangan Pak Anies terdiri dari orang-orang yang sejak lama terdidik untuk bermain fair, tanpa kecurangan,” kata seorang pengamat politik yang enggan disebutkan namanya.

Seorang pemerhati politik lain yang banyak tahu sepak-terjang kubu lawan Pak Anies berpendapat, “Kubu Pak Ahok diisi oleh figur-figur profesional yang berlatar-belakang warna-warni.

“Ada orang-orang yang berintegritas di kubu beliau, namun keinginan untuk bermain fair sangat mungkin bisa tenggelam di bawah teriakan ‘harus menang’,” kata pengamat politik itu.

Dari gambaran tentang kedua kubu tadi terlihat jelas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kubu Pak Anies yang dikenal dengan integritasnya ingin mengedepankan nilai-nilai moralitas dan etika dalam mengusahakan kemenangan, sementara di sisi lain ada lawan tanding yang tidak bisa dipastikan apakah mereka juga akan menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan.

Pak Anies tidak akan bersedia menduduki kursi gubernur kalau dia tahu ada permainan kotor yang dilakukan timsesnya. Beliau tidak ingin kemenangannya diraih dengan kecurangan; dengan tipuan penghitungan suara; dengan beli suara; dengan tipp-ex, dan cara-cara kotor lainnya. Beliau ingin tetap berada di wilayah moralitas yang terhormat. Ingin mempertahankan “moral high ground” (pijakan moral yang tinggi). Beliau bukan tipe orang yang sudi memakai semboyan “yang penting menang”. Beliau selalu menginginkan “fair play”.

Menurut para pengamat, Pak Ahok sendiri juga ingin seperti Pak Anies; ingin menang bersih tanpa permainan curang. Tetapi beliau tampaknya tak kuasa melawan tekanan dari berbagai pihak yang mengharuskan Pak Ahok menang. Inilah yang sangat dikhawatirkan. Tekanan “harus menang” bisa mendorong seorang calon dan timsesnya untuk menggunakan dan menempuh segala cara, menghalalkan segala upaya.

Para pakar psikologi perilaku berpendapat Pak Ahok, dalam situasi tanpa ada pengaruh eksternal, adalah pribadi yang suka bertanding tanpa kecurangan. Hanya saja, sekali lagi, tekanan yang sangat berat dapat menghilangkan akal sehat dan mengganggu kejernihan berpikir.

Rekam jejak Pak Ahok menunjukkan bahwa beliau rentan terhadap umpan-umpan yang bisa menjerumuskan beliau ke situasi panik yang berujung pada “cepat marah”. Pengalaman membuktikan bahwa Pak Ahok bisa bertemparamen “unpredictable” (tak terduga) jika beliau tersungkup oleh situasi yang tidak sesuai dengan keinginan beliau. Tindakan penggusuran “tanpa rasa bersalah” atau pencopotan bawahan “tanpa pikir panjang” adalah dua contoh nyata tentang kerentanan personalitas Pak Ahok.

Menjalankan program pembangunan dengan cara-cara yang akan membuat para gubernur pendahulu beliau tak bisa tidur, bagi Pak Ahok bukan masalah. Boleh dikatakan, apa saja akan dilakukan asalkan keinginan beliau terlaksana. Gaya seperti ini telah menjadi ciri khas Pak Ahok. Telah menjadi “merek dagang” (trade mark) beliau.

Dan, gaya seperti inilah yang membuat banyak orang mencemaskan kualitas pilkada babak kedua nanti. Banyak yang meramalkan, di putaran kedua akan berlangsung pertarungan antara kubu yang terbiasa dengan permainan fair dan pengendalian diri, melawan kubu yang terbiasa dengan permainan “short cut” (jalan pintas) dan “random behaviour” (perilaku acak).

Yaitu pertarungan antara “pikiran jernih” lawan “pikiran keruh”, antara “pikiran tenang” lawan “pikiran kalut”, antara “pikiran rapi” lawan “pikiran kusut”.

Yaitu, pertarungan antara “jalan lurus” vs “jalan pintas”.

Mudah-mudahan semua perkiraan dan ramalan seperti ini hanya berupa “mimpi buruk” saja; mimpi yang tidak akan menjadi kenyataan pada hari H putaran kedua pilkada DKI Jakarta.(*)

(Tulisan ini opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...