LOMBOK TIMUR (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, demokrasi kebablasan yang disinggung Presiden Joko Widodo itu adalah jika menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Hidayat pun menyebut sosok Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dianggap menghalalkan segala cara untuk kepentingan dirinya, khususnya dalam urusan gelaran Pilgub Jakarta 2017.
"Termasuk pak Ahok datang ke Pulau Seribu sebagai gubernur sedang mensosialisasi program perikanan, eh ngomong tentang Al Maidah ayat 51, itu kan kebablasan," kata Hidayat usai sosialisasi dan edukasi Empat Pilar MPR yang bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan di aula Siti Rauhun Zainuddin Abdul M Universitas Hamzanwadi, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/2/2017).
Lebih jauh, Hidayat pun mengungkapkan, Ahok juga telah kebablasan saat acara serah terima jabatan kembali menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Kebablasan lagi saat dia mengatakan di balai kota hampir menjelang serah terima jabatan untuk beliau menjabat lagi, eh tiba-tiba dia ngomong, saya tahu anda memilih apa a,b,c, d, kalo anda memilih berdasarkan agama itu melawan konstitusi, itu kan kebablasan. Toh dia mau serah terima jabatan kok pake ngomong tentang masalah memilih. Itu kebablasan," jelasnya.
Termasuk kebablasan, lanjut Hidayat, soalnya adanya pembiaran penyimpangan soal e-KTP palsu.
"Juga pembiaran terjadinya penyimpangan-penyimpangan e-KTP palsu, misalnya tidak dilaksanakannya ketentuan KPUD, KPUD kemarin di Jakarta menentukan bahwa dalam rangka memilih, kalau anda bawa e-KTP dan membawa surat keterangan, maka anda harus membawa kartu KK yang asli. Maksudnya apa, dipisahkan antara yang pakai e-KTP yang asli dan palsu yang betul-betul warga Jakarta atau bukan, itu kan juga tidak dapat dilaksanakan, itu bagian dari kebablasan," paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini pun menuturkan kebablasan lainnya, yakni soal kriminalisasi terkait pihak-pihak yang menyuarakan agama dianggap sebagai tindakan radikal.
"Itu juga kriminalisasi. Memang kalau kemudian mengundang isu SARA kemudian mengkafir-kafirkan sehingga mengajak golput itu juga kebablasan. Jadi menurut saya kebablasan atau tidak, rujukannya sudah ada Pancasila, UUD laksanakan itu semuanya dengan jujur dengan berani," pungkasnya.(yn)