LOMBOK TIMUR (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah tidak mempolitisasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014, khususnya Pasal 83 ayat 1,2, dan 3 soal aktifnya kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Bila Undang-Undang sudah dipelintir, lanjut Hidayat, maka hal tersebut akan menimbulkan kebingungan bagi publik lantaran tidak ada kepastian hukum.
"Ada Undang-Undang Kepala Daerah yang para pakar ada mantan Ketua MK Pak Mahfud MD, ada Pak Hamdan Zoelva, dan Prof Romli Atmasasmita mengatakan bahwa itu (pasal 83 ayat 1,2,3) tidak perlu ditafsirkan aneh-aneh lah," kata Hidayat Nur Wahid kepada wartawan usai berbicara dalam Sosialisasi dan Edukasi Empat Pilar MPR kerjasama MPR dan Himmah NW (Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan) di Aula Siti Rauhun Zainuddin Abdul M Universitas Hamzanwadi, Selong, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/2/2017).
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menegaskan, kepala daerah yang berstatus terdakwa hukumnya wajib diberhentikan sementara, sesuai perundang-undangan yang ada.
"Tapi kemudian Menteri dalam negeri membuat tafsir sedemikian rupa. Bahkan Jaksa Agung mengatakan itu maksudnya adalah bila hukumnya sudah inkracht, kan lain lagi. Vonis sudah inkracht dengan vonis terdakwa kan jelas berbeda. Jadi menurut saya penting betul semua pihak memahami Undang-Undang Dasar," jelasnya. (icl)