Opini
Oleh Salamuddin Daeng (AEPI Jakarta) pada hari Selasa, 28 Feb 2017 - 06:40:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Bingung, Apa Maunya Pemerintahan Joko Widodo Terhadap Freeport?

93Salamuddin Daeng 004.jpg
Salamuddin Daeng (AEPI Jakarta) (Sumber foto : Istimewa )

Sejak tahun 2014 yang merupakan titik awal konflik pelaksanaan UU Minerba, perusahaan tambang termasuk Freeport terkena beberapa kewajiban yakni :

1. Freeport dan perusahaan tambang lainnya diminta menyerahkan uang jaminan, yakni jaminan pembangunan smelter dan jaminan pembebasan lahan. Uang itu disimpan dan disetorkan ke bank bank nasional.

Faktanya: uang jaminan terutama yang dibayar perusahaan besar tidak digunakan, cuma mengendap di bank-bank BUMN. Entah siapa yang menikmati bunga uang tersebut. Namun yang jelas tidak ada pembebasan lahan dalam rangka pembangunan smelter dan peletakan batu pertama yang menandai akan dibangunnya smelter.

2. Perusahaan dikenakan kewajiban untuk membayar bea keluar ekspor yang tinggi, dengan alasan karena tidak melakukan pengolahan di dalam negeri.

Faktanya, meski bea keluar telah dibayar namun pemerintah tidak menggunakan uang tersebut untuk mempersiapkan agar perusahaan membangun smelter, misalnya mempersiapkan lokasi, mempersiapkan pembangkit listrik dll. Uang uang hasil tambang tidak jelas rimbanya.

3. Perusahaan diwajibkan segera melakukan divestasi saham mereka sesuai kontrak karya. Proses ini tidak berjalan mulus.

Faktanya proses divestasi tidak berlangsung sebagaimana yang diharapkan rakyat dan diamankan UUD 1945. Divestasi atau penyerahan saham perusahaan kepada nasional, justru saham perusahaan tambang jatuh ke tangan para taipan yang bekerjasama dengan modal asing yakni modal china. Jadi divestasi adalah pindahnya kepemilikan tambang dari Amerika Serikat ke China.

Sekarang

Sekarang perusahaan tambang malah diminta mengubah kontrak karya menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus. Akibatnya :

1. Kontrak Karya berakhir. Sementara beberapa kewajiban dalam kontrak karya seperti divestasi, pengolahan, sedang berjalan dan sebagian gagal.

2. Ijin Usaha pertambangan Khusus (IUPK) yang pelaksanaannya melalui peraturan Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan lain, justru mengulur jangka waktu divestasi dan jangka waktu pembangunan smelter. Pemerintah kemungkinan tahu bahwa pembangunan smelter dan divestasi tidak mungkin ke tangan nasional. Jadi proses yang semakin panjang akan menjadi peluang pamerasan kepada perusahaan tambang. Lagi pula apa sifat khusus dari pertambangan mineral tembaga, emas dan perak ini. Penyiasatan peraturan semacam ini akan menciptakan kebingungan tidak hanya bagi Freeport tapi juga bagi ratusan pertambangan lainnya.

3. Kontrak Karya Freeport yang seharusnya berakhir 2021 dengan perubahan ini berarti tidak ada lagi kepastian kontrak. Ijin bisa dicabut bisa juga diperpanjang. Terserah pemerintah. Hal seperti ini akan membuka peluang pemerintah semakin leluasa memeras perusahaan tambang. Selain kepastian hukum bagi pertambangan semakin tidak ada.

Pertanyaannya ?

Apa sesungguhnya yang dimaui oleh pemerintahan Jokowi ini? Apakah mau melakukan nasionalisasi, mau melakukan hilirisasi, smelterisasi atau industrialisasi tambang? Mau mendapatkan uang hasil bea keluar, royalti, atau pajak?

Pemerintah harus jelas apa maunya? sehingga bisa dipahami oleh investor dan publik. Kalau pemerintah mau semuanya? Katakan dengan jelas bahwa pemerintah mau semua hal di atas.

Sebab kalau tidak jelas, publik mencurigai bahwa pemerintah cuma mau membuat perusahaan tambang tidak betah, lalu kemudian minggat dengan menjual ke pihak lain.

Atau pemerintah cuma menekan perusahaan tambang Freeport, Newmont dan tambang tambang besar lainnya dengan tujuan memeras. Bahasa kasarnya :
- Kalau tidak bisa bangun smelter kami peras!
- Kalau tidak bisa divestasi kami peras!
- Kalau tidak bisa serahkan uang jaminan kami peras...!
- Kalau tidak bisa bayar bea keluar kami peras..!
- Kalau tidak mau ubah kontrak menjadi IUPK kami peras..!

Agar supaya pamerasan semacam itu tidak terjadi, maka Presiden harus turun tangan menjalankan semua keputusannya secara penuh dan terkontrol, agar tidak mudah dibajak oleh pendekar berwatak jahat dalam kabinet yang berpotensi membajak UU Minerba dan Peraturan Pemerintah.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...