JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI Ihsan Yunus sepakat jika besaran gaji, tunjangan dan bonus direksi serta komisaris BUMN diatur secara ketat melalui Undang-Undang BUMN nomor 19 tahun 2003.
"Setuju. Selama itu wajar. Dan harus sejalan dengan kinerja perusahaan. Ini yang kita khawatirkan. Para direksi diberikan gaji terlalu tinggi sehingga mereka tidak punya insentif untuk membangun perusahaannya. Harusnya gajinya normatif tapi bonus, atau pembagian keuntungan lebih besar dalam rangka mendorong kinerja," tegas politisi muda PDIP itu saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/03/2017).
Tak hanya itu, lanjut dia, proses seleksi pun kedepannya harus dijauhkan dari unsur kepentingan apa pun.
"Ini juga harus diimbangi dengan perekrutan yang baik, lewat fit and proper test yang lebih transparan , terbuka, profesional, Jadi jangan mudah mengganti direksi hanya karena alasan yang enggak jelas, yang biasanya alasan politis. Contoh, fit and proper test direksi harus terbuka. Bukan hanya untuk DPR tapi masyarakat luas. Namaya juga BUMN. DPR wajib ikut mengawasi pergantian direksi dan komisaris," tegasnya.
Meski demikian, Ihsan mengakui masalah gaji, tahun bekerja dan lain-lain merupakan urusan internal BUMN.
"DPR tidak bisa ikut campur sesuai UU. Tapi kita akan minta kementerian untuk melakukan hal ini semua," ungkapnya.
Menurutnya, DPR bisa membuat rambu-rambu yang berhubungan dengan managemen BUMN.
"Ini harus dicantumkan dalam UU yang baru. Tapi jangan ikut terlalu dalam. BUMN jangan dijadikan komoditas politik. Kapan mau maju. DPR jangan ikutan menentukan siapa jadi direksi apa. Kita hanya memastikan prosesnya benar. Dan yang jadi direksinya orang yang punya integritas dan profesional," tandasnya. (plt)