JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengkritik Nota kesepahaman (MoU) penanganan perkara korupsi terbaru antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Dalam MoU itu menyebut bahwa anggota Polri, Kejagung maupun KPK yang akan dimintai keterangan harus seizin pimpinan lembaga tersebut.
"Kan polisi, Kejaksaan, dan KPK punya tupoksi masing-masing," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Fadli berharap kedepannya dalam MoU tidak saling melindungi jika ada aparat penegak hukum yang melakukan korupsi. Dia mengingatkan aparat sama kedudukannya di mata hukum.
"Yang jelas jangan sampai nanti kalau satu sama lain demikian, terus misalnya ada yang tersangkut (korupsi), jangan itu menjadi upaya untuk melindungi," ungkap Waketum DPP Partai Gerindra itu.
"Kan bisa saja dibocori, kita nggak tahu. Kita ingin juga tetap masing-masing seperti Jaksa, Polisi, dan KPK itu kembali kepada tupoksi masing-masing," tambah dia.
Sebelumnya, tiga lembaga penegak hukum, Kepolisian RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung telah melakukan nota kesepahaman (MoU) dalam masalah penanganan perkara tindak pidana korupsi. Nota kerjasama itu tertuang dalam Nomor: SPJ-97/01-55/03/2017, Nomor: KEP-087/A/JA/03/2017, Nomor: B/27/III/2017.
Nota kesepahaman langsung ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahadjo sebagai pihak pertama, Jaksa Agung, HM Prasetyo sebagai pihak kedua dan Kepala Kepolian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai pihak ketiga. (icl)