JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta Yusuf Wibisono menilai, kekalahan petahana di Pilkada DKI 2017 merupakan pukulan telak bagi PDIP.
Berbagai faktor menyelimuti kekalahan Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat. Salah satunya faktor Boy Bernadi Sadikin, yang menjadi Ketua Relawan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, juga menjadi faktor dominan lainnya.
"Loyalis ini lahir karena Boy betul-betul menjaga kadernya saat memimpin PDIP, sejak di Jakarta Selatan hingga DKI. Akibatnya, kader PDIP yang terkenal militan di akar rumput terpecah," kata Jusuf saat dihubungi, Sabtu (22/4/2017).
Penolakan Boy terhadap reklamasi dan pengusungan Ahok oleh PDIP pun membuat simpatisan 'partai banteng' menaruh simpatik kepada mantan wakil ketua DPRD DKI itu.
"Sehingga, simpatisan memilih bersebrangan dengan PDI-P, karena dukungan kepada Ahok dan (menyetujui) reklamasi secara tidak langsung, PDI-P dipersepsikan simpatisannya telah berpaling sebagai partai wong cilik," ucapnya.
Sepatutnya, masalah internal tersebut telah dideteksi dan dinetralisir PDI-P. Sayangnya, itu tidak dilakukan. Sebab, narasi yang mencuat ke publik saat menyosialisasikan petahana, hanya sekadar capaian dan nihil kebijakan yang mengangkat derajat rakyat kecil.
"Tidak pernah muncul, misalnya, pernyataan bahwa reklamasi justru dilakukan untuk kebaikkan wong cilik. Ini contoh, ya," ucapnya.
Dengan demikian, berbondong-bondongnya kader PDI-P senusantara yang 'memadati' DKI, baik menjabat anggota dewan maupun kepala daerah, dalam rangka suksesi Ahok-Djarot menjadi tiada berguna.
"Strateginya, berdasarkan pengamatan saya, hanya memfokuskan pada kuantitas, tapi tidak menjawab konflik internal, apakah tentang Boy yang bersebrangan ataupun konsistensi PDI-P sebagai partai wong cilik," tandasnya.(yn)